"Kurikulum berbasis cinta yang diusung Menteri Agama Prof Nasaruddin Umar adalah pondasi utama pendidikan yang berorientasi kasih sayang dan kemanusiaan," ujar Prof. Nurhayati.
Pendidikan yang berlandaskan cinta diharapkan dapat membentuk pribadi yang tidak mudah terprovokasi oleh perbedaan dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
Dengan kata lain, KBC adalah upaya preventif dari akarnya untuk melawan racun kebencian, perpecahan, dan ketidakpedulian.
Empat Pilar KBC
Kurikulum Berbasis Cinta dibangun di atas empat pilar utama yang menjadi penopangnya. Keempat pilar ini selaras dengan nilai-nilai universal yang diajarkan dalam agama dan budaya luhur bangsa.
1. Cinta kepada Tuhan
Pilar ini mendorong pendidikan agama yang tidak hanya berhenti pada ritual dan hafalan.
Tetapi juga pada pemahaman esensi ajaran yang penuh kasih sayang dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
2. Cinta kepada Sesama Manusia
Ini adalah inti dari empati dalam tindakan. Siswa tidak hanya diajarkan untuk "merasa" kasihan, tetapi didorong untuk bertindak.
Baca Juga: Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2025: Pendidikan Adaptif, Manusiawi, Berkelanjutan
"Bayangkan jika setiap siswa dibiasakan untuk peduli pada anak-anak yatim, kaum dhuafa, atau penyandang disabilitas sejak dini. Maka kita sedang membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga penuh kasih dan tanggung jawab," kata Prof. Nurhayati.
3. Cinta terhadap Lingkungan
Mengajarkan tanggung jawab ekologis dan menumbuhkan kepedulian untuk merawat bumi sebagai rumah bersama.
Ini sejalan dengan isu krisis iklim yang menjadi perhatian besar generasi muda.
4. Cinta kepada Bangsa
Memupuk rasa memiliki dan tanggung jawab untuk berkontribusi secara positif bagi kemajuan negeri, menciptakan generasi yang nasionalis namun tetap berpikiran global.