Apa Itu Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)? Demi Pendidikan yang Tak Hanya Soal Angka & Peringkat

Rifan Aditya Suara.Com
Sabtu, 26 Juli 2025 | 19:19 WIB
Apa Itu Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)? Demi Pendidikan yang Tak Hanya Soal Angka & Peringkat
Pelajar Indonesia (Unsplash/Syahrul Alamsyah Wahid) - Apa Itu Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)?

Suara.com - Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) telah diluncurkan oleh Kementerian Agama. Apa itu Kurikulum Berbasis Cinta?

Bagi generasi milenial dan Gen Z yang akrab dengan isu kesehatan mental, perundungan (bullying), dan krisis empati, kisah asmara memasukkan "cinta" ke dalam kurikulum mungkin terdengar aneh.

Namun, inisiatif yang digulirkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) ini bukanlah tentang pelajaran tambahan soal asmara, melainkan sebuah upaya fundamental untuk mengembalikan ruh kemanusiaan ke dalam ruang-ruang belajar.

Lalu, apa sebenarnya KBC dan mengapa ini dianggap sebagai kebutuhan mendesak bagi pendidikan Indonesia saat ini?

Apa itu Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)?

KBC bukanlah mata pelajaran baru yang akan menambah beban tas sekolahmu.

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Nomor 10 Tahun 2025, KBC adalah sebuah "ruh" atau spirit yang dirancang untuk meresap ke dalam seluruh aspek pendidikan.

Tujuannya adalah untuk membentuk ekosistem pendidikan yang lebih humanis, inklusif, dan transformatif.

Kemenag tidak sedang membuat buku paket baru, melainkan mendorong perubahan mindset dan atmosfer di sekolah.

Ini adalah ajakan untuk menjadikan madrasah dan lembaga pendidikan lainnya sebagai ruang tumbuh yang penuh kasih, tempat di mana siswa belajar bukan hanya untuk tahu, tetapi juga untuk mencinta.

Baca Juga: Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2025: Pendidikan Adaptif, Manusiawi, Berkelanjutan

Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), Prof. Nurhayati, menegaskan bahwa gagasan ini bukanlah sekadar wacana.

Baginya, KBC adalah jawaban atas sistem pendidikan nasional yang "cenderung kehilangan sentuhan kemanusiaan."

Kenapa Mendadak 'Cinta' Jadi Urusan Kurikulum?

Pendekatan pendidikan yang hanya fokus pada kecerdasan kognitif terbukti tidak lagi cukup saat ini.

Mengingat maraknya kasus perundungan, intoleransi, dan meningkatnya angka kecemasan di kalangan pelajar.

KBC hadir sebagai sebuah "kebutuhan mendesak" untuk mengisi kekosongan ini.

Kurikulum ini berupaya membekali siswa dengan sesuatu yang lebih fundamental dari sekadar rumus matematika atau hafalan sejarah, yaitu empati dan kepedulian.

"Kurikulum berbasis cinta yang diusung Menteri Agama Prof Nasaruddin Umar adalah pondasi utama pendidikan yang berorientasi kasih sayang dan kemanusiaan," ujar Prof. Nurhayati.

Pendidikan yang berlandaskan cinta diharapkan dapat membentuk pribadi yang tidak mudah terprovokasi oleh perbedaan dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.

Dengan kata lain, KBC adalah upaya preventif dari akarnya untuk melawan racun kebencian, perpecahan, dan ketidakpedulian.

Empat Pilar KBC

Kurikulum Berbasis Cinta dibangun di atas empat pilar utama yang menjadi penopangnya. Keempat pilar ini selaras dengan nilai-nilai universal yang diajarkan dalam agama dan budaya luhur bangsa.

1. Cinta kepada Tuhan

Pilar ini mendorong pendidikan agama yang tidak hanya berhenti pada ritual dan hafalan.

Tetapi juga pada pemahaman esensi ajaran yang penuh kasih sayang dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

2. Cinta kepada Sesama Manusia

Ini adalah inti dari empati dalam tindakan. Siswa tidak hanya diajarkan untuk "merasa" kasihan, tetapi didorong untuk bertindak.

"Bayangkan jika setiap siswa dibiasakan untuk peduli pada anak-anak yatim, kaum dhuafa, atau penyandang disabilitas sejak dini. Maka kita sedang membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga penuh kasih dan tanggung jawab," kata Prof. Nurhayati.

3. Cinta terhadap Lingkungan

Mengajarkan tanggung jawab ekologis dan menumbuhkan kepedulian untuk merawat bumi sebagai rumah bersama.

Ini sejalan dengan isu krisis iklim yang menjadi perhatian besar generasi muda.

4. Cinta kepada Bangsa

Memupuk rasa memiliki dan tanggung jawab untuk berkontribusi secara positif bagi kemajuan negeri, menciptakan generasi yang nasionalis namun tetap berpikiran global.

Dari Wacana ke Aksi Nyata

Implementasi KBC sudah dimulai. Kemenag menginstruksikan seluruh jajarannya untuk memasang spanduk dan media sosialisasi dengan slogan “Mewujudkan Cinta dalam Ruh Pendidikan”.

Namun, aksi sesungguhnya terjadi di ruang kelas dan lorong sekolah. KBC akan berhasil jika para guru mampu menjadi teladan, menciptakan pembelajaran yang dialogis, dan membangun hubungan yang hangat dengan siswa.

Ini adalah tentang mengubah budaya sekolah menjadi lebih ramah, aman, dan suportif bagi semua.

Pada akhirnya, Kurikulum Berbasis Cinta adalah sebuah gerakan moral dan investasi jangka panjang.

Tujuannya adalah menyiapkan generasi masa depan yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat.

"Kurikulum berbasis cinta adalah investasi jangka panjang. Kita sedang menyiapkan generasi yang tidak hanya cemerlang secara akademik, tetapi juga memiliki hati yang hangat, terbuka, dan siap membangun masa depan yang lebih manusiawi," tutup Prof. Nurhayati.

Sekarang, giliran kita. Bagaimana kamu bisa membawa "ruh cinta" ini ke dalam lingkungan sekolah, kampus, atau pergaulanmu sehari-hari? Bagikan pendapatmu di kolom komentar

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI