Suara.com - Pemerintah mulai tancap gas mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji untuk tahun 1447 Hijriah atau 2026 Masehi, dua tahun lebih awal. Namun, dalam rapat koordinasi perdana, terungkap sejumlah fakta mengejutkan dari evaluasi haji tahun sebelumnya, salah satunya adalah kondisi kesehatan jemaah yang sangat rentan.
Rapat yang dipimpin Kemenko PMK ini menjadi sinyal bahwa pemerintah berupaya keras memperbaiki layanan haji, di tengah berbagai tantangan kompleks di lapangan.
Catatan paling krusial datang dari Kementerian Kesehatan. Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo, membeberkan fakta yang mengkhawatirkan.
"Sekitar 80 persen jemaah (memiliki penyakit penyerta) komorbid," ungkap Liliek dalam rapat tersebut, Jumat (25/7/2025).
Kondisi ini diperparah dengan tantangan di lapangan, seperti keterbatasan izin operasional Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), adanya sweeping oleh otoritas Arab Saudi, hingga keterlambatan pelatihan petugas kesehatan akibat penambahan kuota mendadak.
Gerak Cepat Pemerintah: Tenda di Arafah Sudah Dipesan Sekarang!
Menjawab berbagai tantangan, pemerintah menunjukkan keseriusan dengan memulai persiapan jauh-jauh hari. Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri BP Haji, Puji Raharjo, menyebut persiapan bahkan sudah dimulai sejak awal Juni 2025.
"Salah satu prioritas yang disiapkan ialah percepatan pemesanan tenda di Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang ditargetkan selesai pada akhir Juli 2025," papar Puji.
Langkah-langkah krusial lain seperti penyediaan akomodasi, transportasi udara, hingga skema pelunasan biaya haji juga sudah mulai disiapkan sejak Agustus hingga September mendatang.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, menyoroti posisi Indonesia yang unik. Di satu sisi, ia mengklaim Indonesia masih menjadi negara dengan biaya haji terendah di dunia, bahkan di bawah Bangladesh.
Baca Juga: KPK Bidik Korupsi Haji Era Yaqut, Sinyal Kasus Naik ke Penyidikan Menguat
Namun di sisi lain, ada ancaman serius dari praktik monopoli layanan oleh para syarikah (penyedia jasa di Arab Saudi). Untuk itu, ia mendorong adanya kebijakan multiyears dan penguatan regulasi untuk melindungi jemaah.
Direktur Timur Tengah Kemenlu, Ahrul Tsani Fathurrahman, menegaskan bahwa isu-isu utama seperti kuota haji, layanan kesehatan, hingga Smartpass akan menjadi agenda prioritas yang diperjuangkan di level tertinggi.
"Hal-hal tersebut akan diperjuangkan melalui Dewan Kerja Sama Tingkat Tinggi (DKT) yang dipimpin langsung Presiden RI dan Raja Arab Saudi," tegasnya.
Kemenlu juga terus mengawal perlindungan jemaah, termasuk dalam urusan penyembelihan DAM yang masih sering menghadapi kendala administratif di lapangan.