Suara.com - Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, membongkar sembilan catatan krusial yang ia sebut sebagai 'cacat logika' dalam vonis 3,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada kliennya. Mantan juru bicara KPK ini menilai putusan tersebut menyimpan banyak persoalan fundamental yang mencederai rasa keadilan.
“Kami mencatat setidaknya ada sembilan poin penting yang perlu menjadi perhatian dalam konteks penegakan hukum kita. Yang kedua, ini harus menjadi koreksi bersama agar tidak ada lagi korban berikutnya dalam proses peradilan yang tidak dilandasi bukti kuat,” ujar Febri kepada awak media, Jumat (25/7/2025).
Salah satu yang paling disorot Febri adalah soal bukti baru berupa pesan WhatsApp "Pak Harun geser 8.50" yang menjadi dasar hakim menghukum Hasto. Menurutnya, bukti ini sama sekali bukan bukti baru.
“Saya tidak memahami bagaimana majelis hakim bisa menganggap hal itu sebagai bukti baru, padahal sudah termuat jelas dalam dua perkara sebelumnya,” ujarnya.
Febri juga mengkritik keras bagaimana hakim menafsirkan komunikasi antar staf PDIP yang dianggap seolah-olah atas persetujuan Hasto, padahal saksi kunci Saeful Bahri dengan tegas menyatakan tidak ada perintah dari sang Sekjen.
“Bagaimana mungkin tindakan bawahan bisa langsung dianggap sebagai tanggung jawab atasan, tanpa adanya bukti persetujuan?” tanya Febri.
Lebih jauh, Febri menyoroti ketidakkonsistenan hakim dalam menilai keterangan saksi. Di satu sisi, hakim mengakui saksi memberi keterangan di bawah tekanan, namun di sisi lain, sebagian keterangan itu justru dipakai untuk memberatkan Hasto.
“Ini adalah salah satu poin yang akan kami dalami dan bahas dalam langkah hukum selanjutnya,” tegasnya.
Meski begitu, Febri justru mengapresiasi satu hal dari putusan hakim, yakni soal perintangan penyidikan. Hakim, kata Febri, sependapat dengannya bahwa pasal obstruction of justice adalah delik materiil, yang berarti harus ada bukti nyata bahwa penyidikan benar-benar gagal akibat ulah terdakwa.
Baca Juga: Vonis Hasto Ringan, Pengamat Sebut 1000 Hasto Dipenjara pun Tak Guncang PDIP, Ini Alasannya!
“Jika Pasal 21 adalah delik materil, maka wajib dibuktikan bahwa penyidikan benar-benar gagal dilaksanakan. Ini menjadi poin krusial yang sejak awal kami tekankan,” jelas Febri.
Ia juga mengkritik penerapan pasal tersebut pada Hasto yang dituduh melakukan perintangan pada 8 Januari 2020, padahal saat itu kasusnya masih dalam tahap penyelidikan, bukan penyidikan.
Meski melontarkan kritik tajam, Febri menegaskan pihaknya tetap menghormati lembaga peradilan.
“Secara profesional, kami tetap menghargai institusi peradilan sebagai pilar demokrasi dan keadilan,” pungkasnya.