Penyerangan massa tidak terjadi dalam semalam. Pasti ada riak-riak sebelumnya: rapat warga, obrolan di grup WhatsApp, atau provokasi dari oknum tertentu.
Di sinilah peran intelijen dasar dari aparat terdepan seperti RT, RW, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas dipertanyakan.
Wakapolda Sumbar, Brigjen Pol Solihin, menyatakan sembilan orang telah diamankan.
Ini adalah langkah hukum yang patut diapresiasi. Namun, penegakan hukum tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan.
Otak di balik penyerangan, provokator, dan siapa pun yang melakukan pembiaran hingga kekerasan ini terjadi, harus ikut dimintai pertanggungjawaban.
Permintaan maaf dari Wali Kota Padang adalah langkah awal yang baik, namun harus diikuti dengan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja aparat di tingkat bawah.
3. Apa hanya pembenar?
Tanpa itu, "miskomunikasi" hanya akan menjadi kata pembenar yang nyaman untuk menutupi kegagalan sistemik.
Menurut Anda, sejauh mana tanggung jawab aparat lokal dalam insiden ini?
Baca Juga: Wagub Vasko Ruseimy soal Perusakan Rumah Doa di Padang: Tidak Mencerminkan Nilai Minangkabau
Apakah label "miskomunikasi" cukup, atau kita perlu menuntut akuntabilitas yang lebih serius?
Mari diskusikan secara kritis di kolom komentar.