Tak hanya pedagang, kualitas pemandu wisata dan jaminan keamanan juga menjadi pilar penting.
“Para pemandu wisatanya juga harus dikembangkan dengan baik,” ungkapnya, seraya menambahkan pentingnya, “Membangun keamanan dalam lingkungan tempat kunjungan wisatanya.”
Bagi Dedi, jika seluruh elemen ini—dari kebersihan, estetika, infrastruktur, hingga kejujuran para pelaku wisatanya diterapkan, maka pariwisata yang sehat akan terwujud.
“Kalau semuanya dilakukan, daerahnya tertata, bersih, para pedagangnya jujur tidak ada pungli, ada rasa nyaman, infrastrukturnya harus dibangun agar tidak terjadi kemacetan yang panjang ketika musim kunjungan wisata,” urainya.
Dengan visi ini, ia optimistis hasilnya akan jauh melampaui apa yang bisa didapat dari sekadar mengandalkan study tour.
“Kalau seluruhnya dikembangkan oleh kita semua, oleh Gubernur/Bupati/Wali Kota, jangan khawatir, wisatawan akan datang berbondong-bondong, karena mereka merasa nyaman,” sambungnya.
Sikapnya ini juga mendasari kritiknya terhadap beberapa kepala daerah yang kembali memperbolehkan study tour.
Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya menunjukkan kegelisahan jangka pendek, tetapi juga mengabaikan prinsip moral.
“Menjadikan anak sekolah sebagai objek peningkatan kunjungan pariwisata adalah perbuatan yang tidak memiliki landasan berpikir akademis dan moral,” tegas Dedi, menyebut praktik tersebut sebagai bentuk eksploitasi yang setara dengan pungutan liar lainnya di dunia pendidikan.