Suara.com - Fenomena sound horeg belakangan menjadi sorotan lantaran memicu pro dan kontra, apalagi setelah keluar fatwa haram terhadapnya.
Tak hanya menggetarkan bangunan rumah, suara dari sound horeg dinilai terlalu keras dan membahayakan bagi kesehatan.
Volume sound horeg dinilai mengganggu masyarakat karena tingkat kebisingan yang dihasilkan dari sound horeg disebut bisa mencapai lebih dari 135 desibel (dB).
Dikutip dari artikel US National Library of Medicine, sistem pendengaran yang muda dan sehat dapat mendeteksi nada-nada tenang dengan frekuensi berkisar antara 20 hingga 20.000 Hz.
Cara membedakan bunyi yang dapat didengar oleh manusia lainnya adalah berdasarkan tingkat kebisingan yang diukur dengan desibel (dB).
Semakin tinggi kebisingan suara, semakin tinggi ukuran desibel, semakin bisa pula kemungkinan suara tersebut bisa merusak telinga.
Melansir laman Hellosehat, para ahli menyebutkan bahwa paparan suara lebih dari 85 dB secara terus-menerus dapat merusak telinga.
Tidak semua suara bisa didengarkan oleh telinga manusia? Ya, bunyi yang dapat didengar manusia adalah terbatas.
Suara dengan frekuensi yang terlalu keras atau kebisingan dapat merusak telinga dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Baca Juga: Mengenal Faskho Sengox, 'Mbah Buyut' Sound Horeg yang Melegenda Jauh Sebelum Edi Sound Viral
Apa bahaya suara keras terhadap telinga?
Salah satu dampak paling buruk akibat mendengar suara terlalu keras adalah penyakit telinga berupa gangguan pendengaran secara permanen.
Sayangnya, kondisi ini tidak bisa diperbaiki lagi.
Pendengaran bisa rusak karena suara keras dalam waktu singkat, seperti ledakan, atau yang terus-menerus didengar.
Telinga adalah organ yang sangat peka. Pada saat mendengarkan, kebisingan yang memasuki telinga membuat gendang telinga bergetar.
Getaran tersebut dapat mencapai koklea (rumah siput). Pendengaran yang rusak terjadi akibat sel-sel rambut di sekitar koklea hancur.