suara hijau

Kenapa Hilangnya Keanekaragaman Hayati Memperparah Krisis Iklim?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 29 Juli 2025 | 10:34 WIB
Kenapa Hilangnya Keanekaragaman Hayati Memperparah Krisis Iklim?
Ilustrasi orangutan. (Unsplash.com/ Felix Serre)

Suara.com - Selama ini, kita lebih sering mendengar bagaimana krisis iklim mempercepat kepunahan spesies. Namun, penelitian terbaru dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menunjukkan sebaliknya juga terjadi. 

Hilangnya keanekaragaman hayati justru memperparah krisis iklim.

Dalam studi yang terbit di jurnal ilmiah PNAS, para peneliti menemukan bahwa hutan tropis yang ditinggali oleh hewan penyebar biji mampu menyerap karbon hingga empat kali lebih banyak dibandingkan hutan yang kehadiran hewannya terganggu.

“Ketika hewan penyebar biji menurun, kita berisiko melemahkan kekuatan mitigasi iklim hutan tropis,” kata Evan Fricke, peneliti utama studi ini.

Orangutan Sumatra (Pongo abelii) bergelantungan di dahan pohon di kawasan Stasiun Penelitian Ketambe, Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, Minggu (4/4/2021).  ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Orangutan Sumatra (Pongo abelii) bergelantungan di dahan pohon di kawasan Stasiun Penelitian Ketambe, Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, Minggu (4/4/2021). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Banyak pohon di hutan tropis bergantung pada hewan seperti burung, monyet, dan kelelawar untuk menyebarkan bijinya. Ketika biji tersebar dengan baik, pohon-pohon baru lebih mudah tumbuh dan menyerap karbon.

Jika populasi hewan-hewan ini menurun karena perburuan, alih fungsi lahan, atau fragmentasi habitat, kemampuan hutan untuk menyerap karbon ikut menurun.

Dalam penelitian ini, para ilmuwan menggabungkan data dari ribuan lokasi hutan tropis, ribuan spesies hewan, dan jejak aktivitas manusia. Hasilnya jelas: gangguan terhadap hewan penyebar biji berdampak nyata pada kemampuan hutan menyerap karbon.

Rata-rata, hutan yang penyebar bijinya terganggu kehilangan potensi penyerapan karbon sebesar 1,8 ton per hektar per tahun, setara dengan penurunan 57 persen dibandingkan hutan yang didukung oleh kehadiran hewan.

Temuan ini menjadi peringatan penting bahwa restorasi hutan bukan sekadar soal menanam pohon, tetapi juga soal memastikan ekosistemnya hidup dan lengkap, termasuk hewan-hewan yang perannya sering tak terlihat.

Baca Juga: Studi: Disinformasi Cuaca Ekstrem di Medsos Hambat Penyelamatan Nyawa Korban Terdampak

“Dalam debat antara penanaman pohon dan pertumbuhan kembali alami, hewan penyebar biji adalah ‘pekerja gratis’ yang bisa membantu hutan pulih lebih cepat dan efisien,” jelas César Terrer, profesor MIT dan salah satu penulis studi.

Temuan ini juga memberi gambaran bahwa proyek restorasi paling efektif terjadi di wilayah yang dekat dengan hutan utuh, memiliki tutupan pohon tinggi, dan minim gangguan manusia terhadap satwa liar.

Untuk melawan perubahan iklim secara efektif, menjaga keanekaragaman hayati bukan hanya soal etika atau konservasi, melainkan bagian dari solusi iklim itu sendiri.

“Ketika kita kehilangan hewan, kita kehilangan infrastruktur ekologi yang menjaga hutan tetap hidup dan tangguh,” tutup Fricke.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI