"Jokowi dianggap sebagai tokoh pemecah belah bangsa, praktik yang tidak terjadi di era presiden sebelumnya," tegas Ginting.
Tudingan ini menggambarkan adanya kekhawatiran mendalam mengenai polarisasi politik yang semakin tajam, yang menurut Ginting, justru diperkeruh oleh intervensi terhadap otonomi partai. Jika klaim ini terbukti, hal ini menandakan adanya pergeseran fundamental dalam hubungan antara kekuasaan eksekutif dan lembaga legislatif, di mana garis antara independensi dan intervensi menjadi semakin kabur.
Mengapa "Pembegalan" Partai Jadi Ancaman Nyata bagi Demokrasi?
Ancaman "pembegalan" partai politik memiliki dampak langsung pada kesehatan demokrasi sebuah negara. Partai politik adalah instrumen vital untuk agregasi dan artikulasi aspirasi rakyat.
Mereka juga berfungsi sebagai mekanisme checks and balances untuk memastikan pemerintah tetap akuntabel.
Ketika partai diobok-obok, dilemahkan, atau diintervensi, maka suara kritis rakyat berpotensi terbungkam. Fenomena ini menggerus fungsi esensial partai politik sebagai kanal aspirasi publik dan penyeimbang kekuasaan eksekutif.
Implikasinya sangat serius: potensi dominasi eksekutif yang absolut, minimnya ruang bagi oposisi yang sehat dan konstruktif, serta pada akhirnya, kemunduran kualitas demokrasi yang telah diperjuangkan. Peringatan dari Selamat Ginting ini menjadi pengingat krusial bagi seluruh elemen bangsa untuk menjaga marwah dan independensi partai politik demi masa depan demokrasi Indonesia.