"Saya rasa itu tidak ada hubungannya dengan konteks itu, karena proses penuntutan dan proses persidangan sudah dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing," ungkap dia.
"Penghapusan proses hukum itu bukan berarti kita mengantarkan ke dalam pokok perkaranya apakah itu betul-betul terjadi atau tidak. Jadi dia hanya menghapus proses hukum terhadap orang ini," imbuhnya.
Terkait status hukum dua tokoh tersebut, Akbar bilang keduanya pada dasarnya kini sudah bebas dari segala konsekuensi hukum.
"Ya keduanya kita katakan yang mendapatkan hak tersebut sehingga diselesaikan proses hukumnya. Tidak ada, tidak dapat lagi menjalani semua konsekuensi hukum tersebut," ujarnya.
Namun dalam kesempatan ini, Akbar turut menggarisbawahi bahwa pengaturan soal amnesti dan abolisi ini memang sudah seharusnya diperbarui.
"Ini pembaruan yang perlu dilakukan, memang seharusnya sudah ada undang-undang baru. Ini sudah masuk rancangan undang-undang grasi, abolisi, amnesti itu di dalam satu undang-undang," tandasnya.
Undang-undang yang berlaku saat ini, menurut Akbar, sudah terlalu usang. Sehingga menyebabkan parameter pemberian abolisi maupun amnesti tidak jelas.
"Amnesti dan abolisi itu diatur dalam undang-undang 54, sudah ketinggalan zaman. Sehingga tidak ada batasannya. Nah, makanya harusnya diatur lebih rinci lagi batasan dan parameternya, sehingga tidak serta-merta dapat digunakan kapanpun," paparnya.
Akbar menegaskan bahwa keputusan presiden tetap merupakan hak prerogatif yang tidak bisa dibatalkan oleh pihak lain.
Baca Juga: Jokowi Akui Tak Diajak Bicara Presiden Prabowo soal Pengampunan 2 Musuh Politiknya
Namun publik berhak untuk tahu alasan-alasan yang melandasi keputusan tersebut.
"Sebenarnya kalau misalnya kita komentari ya, hanya kenapa hal itu pertimbangan apa, apakah bisa di-publish juga surat abolisi dan amnestinya itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan apa," tegas dia.