Ramalam Budiman Sudjatmiko Terbukti: Fusi PDIP-Gerindra Keharusan Sejarah

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Sabtu, 02 Agustus 2025 | 13:47 WIB
Ramalam Budiman Sudjatmiko Terbukti: Fusi PDIP-Gerindra Keharusan Sejarah
Budiman Sudjatmiko menyatakan persatuan PDIP dan Gerindra adalah keharusan sejarah. [Foto dok. ist]

Suara.com - Bersatunya dua kekuatan besar politik di Indonesia, antara Gerindra dan PDIP tampaknya tinggal menunggu waktu saja. 

Sinyalemen ini terlihat dari pemberian amnesti terhadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Presiden Prabowo Subianto

Tak lama dari itu, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputi menginstruksikan semua kadernya mendukung pemerintahan Prabowo. 

Situasi politik ini tampaknya sejalan dengan apa yang diimpikan Budiman Sudjatmiko sejak ia didepak dari partai banteng karena membelot ke kubu Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024 lalu. 

Menurut Budiman Sudjatmiko persatuan Gerindra-PDIP sebagai 'keharusan sejarah'. Bukan sekadar wacana koalisi biasa, mantan kader PDIP ini berbicara tentang sebuah fusi ideologis yang menurutnya krusial untuk membawa Indonesia melewati turbulensi geopolitik global.

Bagi Budiman, ini bukan manuver taktis sesaat. Ia menegaskan bahwa gagasan ini adalah bagian dari pemikiran strategisnya yang tidak pernah berubah, sebuah keyakinan yang berakar kuat pada analisis masa depan.

"Saya biasanya untuk hal-hal strategis bukan biasanya selalu untuk hal-hal strategis saya tidak pernah berubah. Kalau hal taktis mungkin masih bisa berubah. Kalau hal strategis biasanya enggak berubah. Dan bagi saya tesis jika Gerindra dan PDIP bersatu akan jadi super power tetap berlaku," ujar Budiman dikutip dari Youtube Harian Kompas.

Menurutnya, kepentingan nasional yang lebih besar menuntut realisasi mimpi tersebut.

"Jika melihat kepentingan lebih besar Menurut saya jawabannya itu (Gerindra dan PDIP bersatu)," tambahnya.

Baca Juga: Hasto PDIP Bebas usai Dapat Amnesti Prabowo, Reaksi PSI Mengejutkan!

Ancaman Geopolitik

Alasan utama di balik urgensi penyatuan ini, menurut Budiman, adalah situasi dunia yang kian tak menentu. Ia mengaku telah menyampaikan analisis ini langsung kepada Prabowo Subianto saat pertama kali menemuinya pada 18 Juli 2023, bertepatan dengan malam 1 Suro—sebuah momen yang sarat makna simbolis dalam tradisi Jawa.

"Pak Prabowo karena situasi geopolitik seperti ini waktu ngobrol di dalam dengan Pak Prabowo, kemungkinan ada perang besar, perang antarnegara besar pasti menular pada perang-perang yang lain which is benar ya bukan karena saya dukun ini karena saya ngelihat pola saja," ungkapnya.

Dengan prediksi tersebut, ia menggambarkan Indonesia sebagai sebuah pesawat yang membutuhkan kekompakan internal agar pilot bisa fokus menghadapi badai. Perpecahan di antara 'penumpang' hanya akan mengganggu konsentrasi.

"Rasa-rasanya Indonesia lebih butuh baik bersatu hari ini agar kita kompak gitu loh. Pesawat lagi nggak ada turbulensi masa penumpangnya banyak yang caca cucu segala macam kan ganggu konsentrasi pilot gitu kira-kira kita. Bersatunya kelompok-kelompok patriotik yang progresif ini menurut saya keharusan. bagi saya keharusan sejarah," tegasnya.

Budiman Sudjatmiko secara gamblang menyatakan bahwa potensi rekonsiliasi antara Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri selalu terbuka. Ia menyebut, dari sisi Prabowo, tidak pernah ada masalah personal maupun ideologis yang menghalangi.

"Kalau Pak Prabowo dari dulu enggak ada masalah dengan Megawati. ya sekarang ya kan keputusan di partai PDI perjuangannya sendiri," katanya, seolah menempatkan bola kini sepenuhnya di tangan internal partai berlambang banteng tersebut.

"Kalau kemungkinan Prabowo dan Megawati bersatu selalu ada karena tidak ada problem harusnya di Pak Prabowo," tambah dia.

Meskipun ia mengakui oposisi adalah hak dalam demokrasi, Budiman memandangnya bukan sebagai sebuah kewajiban mutlak, terutama bagi PDIP.

"Tapi seperti saya katakan tadi oposisi tidak haram, dalam demokrasi, tidak haram. Tapi juga tidak haram juga untuk bersatu," jelasnya.

Tapi khusus untuk PDI Perjuangan menurut Budiman, dari skalanya, dari rekam jejaknya, rasanya tidak ada alasan untuk tidak setuju dengan banyak program strategis Pak Prabowo.

Perpaduan Pikiran Soekarno dan Soemitro

Inilah argumen paling mendasar dan tajam dari Budiman Sudjatmiko. Sebagai sosok yang mengaku tumbuh besar dalam keluarga PNI dan mempelajari pemikiran Bung Karno sejak kecil, ia melakukan 'pembedahan' ideologis terhadap gagasan Prabowo Subianto.

Hasilnya, ia menemukan perpaduan harmonis antara dua mazhab pemikiran besar Indonesia: Soekarnoisme dan pemikiran ekonom Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo.

"Saya pernah lama di PDI Perjuangan. Saya kampanye PDI sejak saya SD. keluarga saya keluarga PNI. Saya ngerti, saya belajar Bung Karno dari SD gitu ya. Kira-kira apa yang dikatakan di pikiran Pak Prabowo hari ini, Saya boleh katakan 50:50 Sumitro dan Bung Karno," analisisnya.

Ia kemudian merinci temuannya. Program seperti hilirisasi dan reforma agraria yang didengungkan Prabowo, menurutnya, adalah khas pemikiran Bung Karno yang berfokus pada kedaulatan sumber daya alam dan keadilan agraria.

Di sisi lain, gagasan industrialisasi, inklusi keuangan, hingga program makan siang gratis yang ia sebut 'gagasan danantara', merupakan ciri khas pemikiran teknokratik Soemitro.

"Khasnya Bung Karno hilirisasi, reformasi aset agraria. ciri khas Pak Sumitro industrialisasi kemudian inklusi keuangan. gagasan danantara juga khas Sumitro," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI