Suara.com - Sebuah ironi politik mengemuka dari sosok mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong.
Setelah kasus hukum yang menjeratnya selama sembilan bulan dihentikan melalui abolisi yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto, Tom Lembong kini justru lantang bersumpah untuk mendedikasikan sisa hidupnya memperbaiki sistem hukum di Indonesia.
Pengalaman pahit terjerat dalam proses hukum yang ia sebut penuh kekacauan telah mengubah secara fundamental pandangan Co-Captain Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) di Pilpres 2024 ini.
Dari seorang profesional teknokrat yang fokus pada karir, ia kini bertransformasi menjadi seorang pejuang yang bertekad mendorong perubahan sistemik.
Intervensi dari Prabowo, yang notabene adalah rival politiknya dalam kontestasi pemilu terakhir, menjadi babak penentu yang mengakhiri kasusnya.
Pemberian abolisi hak prerogatif presiden untuk menghentikan proses penyidikan atau penuntutan menjadi bukti nyata bagi Tom Lembong betapa rentannya sistem hukum yang bisa diintervensi dan tak selalu berpihak pada keadilan murni.
Dalam perbincangan mendalam di kanal YouTube Refly Harun, Tom Lembong secara terbuka mengakui pergeseran paradigmanya.

Ia sadar betul bahwa tanpa bantuan dan koneksi di level tertinggi, nasibnya mungkin akan sama seperti banyak warga negara lain yang tergilas oleh ketidakadilan hukum.
"Jika fondasi hukum tidak kuat, apapun yang dibangun di atasnya akan percuma dan rontok," tegas Tom Lembong dalam perbincangan tersebut.
Baca Juga: MA Segera Periksa 3 Hakim yang Vonis Tom Lembong, Sanksi Menanti?
Pengalaman pribadinya ini membuka mata lulusan Harvard University tersebut terhadap penderitaan dan frustrasi yang dialami masyarakat luas ketika berhadapan dengan aparat dan institusi hukum.
Ia merasa "terpanggil" untuk melakukan sesuatu yang lebih besar dari sekadar mengejar pencapaian pribadi.
"Dulu saya memandang hukum itu fungsi penunjang, seperti fungsi akunting, fungsi HR. Hari ini saya berpandangan hukum itu fondasi," ungkapnya, menggambarkan betapa krusialnya penegakan hukum yang adil bagi stabilitas negara dan kesejahteraan masyarakat.
Perubahan drastis ini pun disorot oleh pakar hukum tata negara, Refly Harun. Ia melihat komitmen Tom Lembong sebagai sebuah langkah berani untuk masuk ke arena yang penuh tantangan.
Refly menyebut jalan yang ditempuh Tom kini sebagai "there is no point of return", atau sebuah jalan yang sulit untuk kembali ke kehidupan lamanya sebagai seorang profesional.
Didukung penuh oleh keluarganya, Tom Lembong merasa siap menempuh jalan perjuangan ini. Ironisnya, "keselamatan" yang ia peroleh dari Prabowo justru menjadi bahan bakar utama yang memotivasinya untuk membongkar dan memperbaiki sistem yang telah memberinya pelajaran paling berharga dalam hidupnya.