Pemberiannya harus didasarkan pada kinerja nyata dan pencapaian target yang terukur, bukan lagi berasal dari keuntungan tak terduga (windfall profit) akibat kenaikan harga komoditas global atau hasil dari manipulasi akuntansi.
Sementara itu, untuk dewan komisaris dan seluruh jajaran di level anak perusahaan BUMN, kebijakan ini jauh lebih keras.
Mereka tidak lagi berhak menerima tantiem, bonus, maupun insentif dalam bentuk apapun. Satu-satunya sumber pendapatan mereka hanyalah gaji tetap yang telah ditentukan.
Langkah ini, menurut Refly Harun, merupakan fondasi penting untuk memperkuat tata kelola perusahaan yang akuntabel dan sejalan dengan prinsip good corporate governance (GCG).
Dengan dicabutnya 'gula-gula' berupa tantiem dan insentif, Said Didu meyakini para pencari keuntungan di BUMN akan berpikir dua kali untuk menduduki jabatan tersebut.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kebijakan ini baru akan efektif berlaku untuk tahun buku 2025. Artinya, untuk kinerja tahun buku 2024, para komisaris kemungkinan besar masih akan menerima 'bonus perpisahan' mereka pada tahun depan.