Bukan Bagi-bagi Sembako, Legislator Golkar Kritik Model Kampanye Boros Anggaran

Senin, 11 Agustus 2025 | 16:51 WIB
Bukan Bagi-bagi Sembako, Legislator Golkar Kritik Model Kampanye Boros Anggaran
Ilustrasi sembako dalam plastik. [Ist]

Suara.com - Biaya kampanye yang membengkak kerap disebut sebagai salah satu biang kerok suburnya praktik korupsi di panggung politik.

Anggota DPR RI Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, menilai situasi ini tak lagi bisa dibiarkan.

Ia mengusulkan adanya aturan tegas yang menetapkan batas maksimal pengeluaran kampanye bagi seluruh peserta Pemilu.

"Kita mungkin ke depan berpikir juga harus membatasi yaitu spending (biaya kampanye). Selama ini kita kan enggak pernah membatasi spending, yang selama ini kita batasi itu penerimaan (dana kampanye)," kata Zulfikar dikutip Senun, 11 Agustus 2025.

Gagasan tersebut ia sampaikan dalam diskusi publik bertema Dari Pembiayaan Partai hingga Kampanye Pemilu: Segudang PR Pembenahan Korupsi Politik yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW).

Menurutnya, regulasi saat ini terlalu fokus pada sumber dana, tetapi mengabaikan sisi pengeluaran yang justru rawan dimanipulasi.

Zulfikar menekankan, mahalnya biaya kampanye menciptakan siklus yang merugikan publik.

Kandidat yang terpilih sering kali terdorong untuk “mengembalikan modal” saat menjabat, yang dalam praktiknya bisa berujung pada penyalahgunaan wewenang.

"Mungkin teman-teman ICW, dan Puskapol UI perlulah menghitung, biaya yang rasional itu berapa sih, untuk kabupaten, kota, untuk provinsi, untuk pusat berapa?" ujarnya.

Baca Juga: Dana Haji 2025 Dikorupsi? ICW Laporkan Dugaan Pemotongan Anggaran ke KPK

Sebagai perbandingan, ia mengungkap biaya pribadi saat maju di Pemilu 2019. Untuk satu kali kampanye tatap muka, ia menghabiskan Rp 13,5 juta.

"Tinggal dikalikan saja berapa kali tatap muka yang harus kita lakukan dalam rentang waktu masa kampanye itu," katanya.

Berdasarkan pengalamannya, Zulfikar menilai interaksi langsung dengan masyarakat jauh lebih efektif dibanding kampanye akbar atau pemasangan alat peraga yang menguras anggaran.

"Kita ini kan dalam kampanye itu mestinya kan menampilkan figur, rekam jejaknya, kerjanya, karyanya, prestasinya gitu ya. Terus apa tawaran alternatif kebijakannya, apa harapan yang ingin diberikan. Bukan bagi-bagi sembako, atau bakti sosial, terus kampanye akbar, itu nggak perlu," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI