Suara.com - Fenomena "sound horeg" di Jawa Timur kembali memakan korban, namun kali ini bukan telinga yang jadi sasaran utama, melainkan lapak pedagang kecil.
Dalam video yang diunggah akun Instagram @folkkonoha, terlihat dagangan di Warung Madura di Mojokerto porak poranda akibat getaran dahsyat diduga dari parade sound system.
Kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa kekuatan "sound horeg" kini tak hanya sebatas polusi suara, tetapi telah menjadi ancaman serius bagi properti dan ketentraman warga.
Dalam sebuah video yang viral di media sosial, tampak barang-barang dagangan di sebuah warung berserakan di lantai. Rak-rak yang semula tersusun rapi menjadi kosong melompong, diduga kuat akibat guncangan hebat saat iring-iringan truk sound system super besar itu melintas.
"Dagangan toko Madura berserakan diduga efek getaran suara dari sound horeg gak tuh," tulis akun tersebut ikutip, Senin (11/8/2025).
Insiden yang menimpa Warung Madura ini bukanlah yang pertama.
Di berbagai daerah di Jawa Timur, keluhan serupa sudah sering terdengar. Laporan warga menyebutkan getaran "sound horeg" mampu membuat kaca jendela pecah, genteng rumah rontok, hingga plafon bangunan jebol.
Bahkan, ada kasus di mana kru sound system nekat merusak fasilitas umum seperti pagar pembatas jalan agar truk mereka bisa lewat.
Kekuatan destruktif ini seakan menjadi "nilai jual" bagi sebagian kalangan.
Baca Juga: Renggut Nyawa Emak-emak, Reaksi Menteri Ekraf Riefky Harsya soal Polemik Sound Horeg
Seorang operator sound horeg bahkan pernah mengungkapkan sisi gelap fenomena ini, di mana semakin banyak kerusakan yang ditimbulkan, seperti kaca pecah atau genteng rontok, maka saweran yang didapat akan semakin besar.
Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari hiburan menjadi ajang pamer kekuatan yang merugikan.
Merespons keresahan yang meluas, Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Kapolda Jatim dan Pangdam V/Brawijaya akhirnya menerbitkan Surat Edaran (SE) bersama pada 6 Agustus 2025 untuk menertibkan penggunaan "sound horeg".
Aturan baru ini memuat sejumlah poin krusial, di antaranya:
- Batas Kebisingan: Untuk karnaval atau kegiatan non-statis (bergerak), tingkat kebisingan dibatasi maksimal 85 desibel (dBA).
- Izin dan Tanggung Jawab: Penyelenggara wajib mengantongi izin keramaian dari kepolisian dan menandatangani surat pernyataan di atas meterai, yang menyatakan kesanggupan untuk bertanggung jawab jika terjadi kerugian materiil, kerusakan fasilitas umum, atau jatuhnya korban jiwa.
- Larangan: Penggunaan sound system dilarang saat melintasi tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah selama jam aktif.
Diterbitkannya aturan ini menjadi secercah harapan bagi warga yang selama ini terganggu. Kasus Warung Madura yang dagangannya "ambyar" menjadi pengingat keras bahwa kemeriahan karnaval tidak boleh mengorbankan rasa aman dan harta benda masyarakat. Kini, tinggal bagaimana aturan ini ditegakkan secara konsisten di lapangan untuk memastikan hiburan rakyat tidak lagi berubah menjadi petaka.
Reporter: Maylaffayza Adinda Hollaoena