Mbedah Akar Demo Pati: Di Balik Kebijakan Kenaikan PBB 250 Persen yang Memicu Amarah Publik

Andi Ahmad S Suara.Com
Rabu, 13 Agustus 2025 | 14:56 WIB
Mbedah Akar Demo Pati: Di Balik Kebijakan Kenaikan PBB 250 Persen yang Memicu Amarah Publik
Seorang warga membawa makanan ringan untuk didonasikan ke posko penggalangan donasi logistik unjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Selasa (12/8/2025). [ANTARA FOTO/Aji Styawan/rwa]

Suara.com - Gelombang unjuk rasa ribuan warga yang menuntut mundurnya Bupati Pati Sudewo bukan sekadar reaksi emosional sesaat.

Di balik spanduk protes dan seruan orator, terdapat persoalan fundamental terkait kebijakan publik dan dampak ekonominya yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Aksi massa ini adalah puncak dari akumulasi keresahan atas kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dinilai memberatkan.

Fokus pemberitaan kali ini bukanlah pada dramatisasi aksi di Alun-alun, melainkan pada analisis kebijakan fiskal yang menjadi episentrum masalah.

Mengapa sebuah instrumen pendapatan daerah bisa menyulut api sebesar ini?

PBB sebagai Instrumen Fiskal dan Dilema Kebutuhan PAD

Pada dasarnya, PBB-P2 merupakan salah satu tulang punggung Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Setiap pemerintah daerah, termasuk Pemkab Pati, dituntut untuk terus meningkatkan PAD guna membiayai program pembangunan, mulai dari infrastruktur jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga layanan publik lainnya.

Dalam kerangka inilah, penyesuaian tarif pajak menjadi salah satu opsi kebijakan yang paling umum diambil.

Baca Juga: Petani Pati Kompak Donasi Hasil Panen, Galang Aksi Gulingkan Bupati Sudewo

Namun, yang menjadi masalah di Pati adalah besaran kenaikan yang dianggap tidak rasional.

Aksi ribuan warga di depan pendopo Kabupaten Pati, untuk menuntut Bupati Pati Sudewo agar mengundurkan diri dari jabatannya, di Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)
Aksi ribuan warga di depan pendopo Kabupaten Pati, untuk menuntut Bupati Pati Sudewo agar mengundurkan diri dari jabatannya, di Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)

Angka hingga 250 persen merupakan lonjakan drastis yang menimbulkan economic shock (kejutan ekonomi) bagi warga, terutama di tengah situasi ekonomi pasca-pandemi yang belum sepenuhnya pulih.

  • Dampak Domino Kenaikan PBB Terhadap Ekonomi Warga
  • Lonjakan tarif PBB hingga 250 persen bukan sekadar angka di atas kertas tagihan.

Kebijakan ini memiliki dampak berantai yang membebani berbagai lapisan masyarakat:

Beban Rumah Tangga

Bagi warga biasa, kenaikan ini secara langsung menggerus daya beli. Anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan pokok, pendidikan anak, atau tabungan, terpaksa dialihkan untuk membayar pajak yang membengkak.

Pukulan bagi UMKM

Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah yang paling rentan. Kenaikan PBB atas tempat usaha (ruko, warung, bengkel) berarti peningkatan biaya operasional.

Mereka dihadapkan pada pilihan sulit menaikkan harga jual produk/jasa (berisiko kehilangan pelanggan) atau memangkas margin keuntungan (berisiko keberlangsungan usaha).

Ketidakpastian Biaya Properti

Sendal melayang saat Bupati Pati Sudewo menyampaikan pesan kepada massa aksi di Kawasan Pendapa Bupati Pati, Rabu (13/8/2025). [Tangkapan layar Video]
Sendal melayang saat Bupati Pati Sudewo menyampaikan pesan kepada massa aksi di Kawasan Pendapa Bupati Pati, Rabu (13/8/2025). [Tangkapan layar Video]

Bagi pemilik properti sewaan seperti kos-kosan atau rumah kontrakan, kenaikan PBB mendorong mereka untuk menaikkan harga sewa.

Hal ini menciptakan efek domino yang pada akhirnya membebani penyewa, yang sering kali adalah pekerja atau mahasiswa.

Kegagalan Komunikasi Publik dan Implikasinya pada Iklim Investasi

Masalah kebijakan ini diperparah oleh apa yang dianggap sebagai kegagalan komunikasi publik. Pernyataan Bupati Sudewo yang mempersilakan warga berunjuk rasa, alih-alih membuka ruang dialog yang empatik, justru dipersepsikan sebagai arogansi kekuasaan.
Dalam administrasi publik modern, sosialisasi kebijakan yang transparan dan humanis adalah kunci untuk mendapatkan penerimaan masyarakat. Ketika komunikasi gagal, kebijakan terbaik sekalipun bisa ditolak mentah-mentah.

Lebih jauh lagi, gejolak sosial dan kebijakan fiskal yang tidak terprediksi ini berpotensi mengirim sinyal negatif bagi iklim investasi di Pati.

Investor, baik lokal maupun nasional, membutuhkan kepastian hukum dan stabilitas kebijakan.

Ketika tarif pajak bisa melonjak drastis secara tiba-tiba dan memicu instabilitas sosial, ini akan menjadi faktor risiko yang diperhitungkan dalam keputusan investasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI