Suara.com - Misteri yang menyelimuti kematian tragis Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin kompleks dengan munculnya dugaan motif asmara sejenis atau LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).
Namun, di tengah narasi yang mulai berkembang liar ini, analis militer Selamat Ginting menyuarakan keraguan yang tajam.
Ia mempertanyakan apakah isu LGBT ini adalah fakta sesungguhnya atau sekadar sebuah taktik untuk mengaburkan motif kekerasan senioritas yang lebih klasik dan sistemik di tubuh TNI.
Selamat Ginting secara terbuka skeptis terhadap kemunculan tiba-tiba dari motif LGBT dalam kasus yang awalnya diduga kuat sebagai penganiayaan oleh senior. Baginya, ini adalah sebuah pola yang patut dicurigai sebagai upaya pengalihan isu dari masalah yang lebih besar.
"Ini kan akhirnya muncul ini sebenarnya apa iya dugaan LGBT itu? atau jangan-jangan ini untuk menutupi kasus kekerasan yang lain?" lontar Ginting dikutip dari Youtube Forum Keadilan TV.
Keraguan ini bukan tanpa dasar. Kasus kekerasan oleh senior terhadap junior sudah menjadi borok menahun yang sulit dihilangkan.
Mengangkat isu sensitif seperti LGBT, menurutnya, bisa jadi cara mudah untuk membelokkan perhatian publik dari kegagalan pembinaan dan pengawasan di dalam satuan.
Fasilitas Barak yang Melanggar Privasi Jadi Sorotan
Lebih jauh dari sekadar meragukan motif, Selamat Ginting mengalihkan fokusnya pada satu aspek fundamental yang sering terabaikan namun bisa menjadi pemicu masalah: kondisi fasilitas di dalam barak, khususnya kamar mandi.
Baca Juga: Kekerasan di Tubuh TNI: Analis Soroti Pelaku Gen Z yang Bawa Mental Tawuran dari Bangku SMA
Ia menyoroti praktik "mandi bersama" di bak-bak panjang yang masih jamak ditemui di banyak satuan pendidikan militer. Menurutnya, praktik ini sangat problematis dan melanggar ranah privasi paling dasar seorang individu.
"Memang yang harus dipikirkan juga di satuan-satuan seperti satuan pendidikan misalnya kamar mandi itu kan panjang. Jadi orang mandi bersama. Itu kan enggak boleh. Kalau dari sisi agama enggak boleh. Telanjang bersama-sama. Ini juga harus dipikirkan. Mandi itu kan sesuatu yang privat," tegasnya.
Ginting berpendapat bahwa dalam konteks apa pun, termasuk dalam lingkungan sesama jenis, melihat tubuh orang lain secara telanjang adalah hal yang tidak pantas dan berpotensi membuka celah bagi pelecehan atau kesalahpahaman.
"Tidak boleh orang melihat tubuh kita kan walaupun sesama laki-laki atau sesama perempuan. Enggak boleh," tambahnya.
Kondisi fasilitas yang tidak memadai ini menjadi semakin krusial ketika menyangkut para prajurit muda yang baru masuk.
Ginting menyebut mereka sebagai "tentara remaja", individu-individu yang berada dalam masa transisi, wajib tinggal di dalam kesatriaan, dan sangat rentan terhadap dinamika kuasa yang tidak sehat.