Suara.com - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus bonus atau tantiem bagi jajaran direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) langsung menuai sorotan.
Pengamat politik Rocky Gerung bahkan menyebut langkah ini sebagai tanda dimulainya perombakan besar terhadap pola lama yang selama ini menguntungkan segelintir elite.
Menurut Rocky, penghapusan tantiem adalah simbol perlawanan terhadap “kemewahan” yang dinikmati kelompok tertentu dalam satu dekade terakhir.
Ia tanpa ragu menyinggung pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan Rocky Gerung dalam siniar di kanal YouTube pribadinya dikutip Sabtu, 16 Sabtu 2025.
"Terasa memang akhir-akhir ini ada urgensi dan energi dari Presiden Prabowo untuk menghasilkan kebijakan yang sungguh-sungguh bersifat populis," ujar Rocky.
Bagi Rocky, kebijakan tersebut menunjukkan bagaimana Prabowo berani meninggalkan praktik yang di era Jokowi “diservis habis-habisan melalui APBN.”
Langkah ini, katanya, adalah awal untuk menambal kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dan itu menunjukkan bahwa APBN memang bolong dan nambal itu tentu bisa minta utang, tetapi utang itu jaminannya apa?" sentilnya.
Baca Juga: Hapus Tantiem BUMN, Rocky Gerung Sebut Gebrakan Prabowo Bisa 'Gebuk' Elite Manja Jokowi
Warisan Jokowi dan Elite yang Dimanjakan
Rocky menilai kebijakan ini bakal jadi pil pahit bagi sebagian kalangan elite yang selama ini terbiasa mendapat privilese dari negara.
"Dan itu yang kelihatannya akan jadi patokan beliau untuk menghasilkan kebijakan yang bahkan tidak populer bagi segelintir, sebutannya segelintir elite yang sudah terbiasa atau dimanjakan melalui kebijakan Presiden Jokowi dalam 10 tahun ini," tegas Rocky.
Sinyal Perang dengan Oligarki
Lebih jauh, Rocky membaca langkah Prabowo sebagai sinyal konfrontasi dengan oligarki.
Ia melihat ada keresahan di kalangan pemodal karena arah kebijakan Prabowo dianggap lebih berpihak pada rakyat.
"Kita mulai melihat gejala sebut aja konsolidasi dari kalangan oligarki terutama yang menganggap bahwa Presiden Prabowo kelihatannya memang akan masuk di dalam sistem berpikir atau sistem ideologi yang lebih yang non-kapitalis," paparnya.
Kritik Langsung Prabowo pada Bos BUMN
Sebelumnya, Prabowo menegaskan rencana penghapusan tantiem dalam pidato Rancangan Undang-Undang APBN 2026 dan Nota Keuangan di Gedung Parlemen, Jumat, 15 Agustus 2025.
Ia menyoroti anomali di mana sejumlah BUMN mengalami kerugian, tetapi tetap memberikan bonus besar bagi komisaris.
"Saudara-saudara, masak ada komisaris yang rapat sebulan sekali, tantiem-nya Rp 40 miliar setahun," ungkap Prabowo.
Ia bahkan menyebut istilah tantiem sebagai “akal-akalan” dan mempersilakan siapa saja di jajaran direksi atau komisaris yang keberatan dengan kebijakan ini untuk mundur.
"Saya pun tidak mengerti apa arti tantiem itu. Itu akal-akalan mereka saja. Dia memilih istilah asing supaya kita tidak mengerti apa itu tantiem," tegasnya.