Masih Gak Sadar? 'Tikus Berdasi' Kepung Karnaval Agustusan, Amarah Rakyat Gak Terbendung

Tasmalinda Suara.Com
Senin, 18 Agustus 2025 | 19:06 WIB
Masih Gak Sadar? 'Tikus Berdasi' Kepung Karnaval Agustusan, Amarah Rakyat Gak Terbendung
Tikus berdasi yang diibaratkan koruptor

Suara.com - Panggung perayaan Hari Kemerdekaan di berbagai daerah di Indonesia tak hanya diisi oleh parade busana adat dan pertunjukan seni yang meriah.

Di tengah lautan warna-warni itu, muncul sebuah "monster" yang konsisten mencuri perhatian dan menjadi simbol perlawanan rakyat yang paling gamblang: ogoh-ogoh tikus berdasi raksasa.

Fenomena ini kembali meledak di media sosial, menunjukkan bahwa kreativitas masyarakat dalam menyuarakan kritik sosial semakin berani dan tanpa tedeng aling-aling.

Dari Sabang sampai Merauke, karnaval dan pawai budaya seolah menjadi arena bagi rakyat untuk meluapkan kegerahan mereka terhadap praktik korupsi yang tak kunjung usai.

Patung tikus berjas, berdasi, sambil menenteng koper bertuliskan "UANG RAKYAT" menjadi pemandangan yang jamak ditemui.

Simbolisme ini begitu kuat dan mudah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

Tikus, hewan pengerat yang identik dengan sifat rakus, kotor, dan merusak, dipakaikan atribut kaum elite—jas dan dasi, untuk merepresentasikan para pejabat korup.

Koper yang dibawanya bukan berisi dokumen penting negara, melainkan hasil jarahan uang milik rakyat. Ini adalah kritik visual yang menohok langsung ke jantung permasalahan tanpa perlu banyak kata.

Dalam beberapa unggahan yang viral, sindiran ini dibuat lebih spesifik dan menyakitkan.

Baca Juga: Digeledah KPK dan Ponselnya Disita, Kubu Gus Yaqut Bantah: Itu Bukan Miliknya!

Salah satunya menampilkan seorang peserta perempuan yang berdandan layaknya seorang terdakwa, lengkap dengan papan pengumuman di lehernya yang bertuliskan "KORUPSI DANA BANSOS".

Isu korupsi bantuan sosial, yang notabene adalah hak bagi masyarakat paling rentan, menjadi salah satu dosa yang paling tidak bisa dimaafkan oleh publik.

Mengangkatnya dalam sebuah karnaval adalah cara untuk memastikan bahwa memori kolektif bangsa tidak akan pernah melupakan pengkhianatan tersebut.

Kehadiran sosok-sosok ini di tengah kemeriahan karnaval menciptakan sebuah kontras yang ironis. Di satu sisi ada perayaan kemerdekaan, di sisi lain ada pengingat pahit bahwa negara ini masih "dijajah" oleh para koruptor dari dalam.

Ini bukan lagi sekadar hiasan pawai, melainkan sebuah bentuk "demokrasi jalanan", di mana rakyat menggunakan satu-satunya panggung yang mereka miliki untuk berteriak.

Unggahan di berbagai platform media sosial pun dibanjiri komentar yang menyuarakan sentimen serupa. Frustrasi publik terangkum dalam sebuah kalimat yang viral, menyertai foto-foto tersebut:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI