Suara.com - Badan Narkotika Nasional (BNN) RI kembali membunyikan alarm kewaspadaan. Bukan lagi soal ganja, sabu, atau ekstasi yang sudah akrab di telinga, melainkan musuh baru yang lebih licik dan mematikan: New Psychoactive Substances (NPS).
Zat adiktif jenis baru ini disebut menjadi salah satu tantangan terbesar bagi penegak hukum di Indonesia saat ini.
Dalam pertemuan bilateral dengan Kementerian Keamanan Publik Vietnam, Kasubdit Kerja Sama Regional dan Internasional BNN RI, Muhamad Irham Anwar, menjelaskan bahwa kemunculan NPS yang belum diatur secara spesifik menambah kerumitan dalam penegakan hukum narkotika.
"Untuk menghadapi ancaman ini, BNN menerapkan enam strategi komprehensif yang mencakup penguatan kolaborasi, pencegahan, penegakan hukum, dan rehabilitasi," ujar Irham dikutip dari ANTARA.
Lalu, apa sebenarnya NPS ini dan mengapa ia begitu ditakuti? Mengapa BNN sampai harus merancang strategi khusus untuk melawannya?
Mengenal NPS: Narkoba 'Bunglon' yang Selalu Selangkah di Depan Hukum
Secara sederhana, New Psychoactive Substances (NPS) adalah narkotika hasil modifikasi kimia yang sengaja dirancang untuk meniru efek dari narkoba ilegal yang sudah ada, seperti ganja, amfetamin, ekstasi, atau heroin. NPS sering dijuluki sebagai “designer drugs” (narkoba desainer) atau “legal highs” (mabuk legal).
Julukan ini muncul karena tujuan utama pembuatannya adalah untuk mengakali hukum. Para produsen di laboratorium gelap hanya perlu sedikit mengubah struktur kimia dari zat terlarang yang sudah ada. Hasilnya adalah senyawa baru dengan efek serupa, namun secara teknis belum terdaftar sebagai narkotika ilegal.
Inilah yang membuatnya menjadi ancaman "bunglon" yang selalu bisa berubah wujud untuk menghindari jerat hukum.
Baca Juga: WNA Peru Selundupkan 1,4 Kg Kokain ke Bali, Tempat Penyimpanannya Bikin Geleng Kepala!
Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), NPS adalah zat yang tidak dikendalikan oleh Konvensi PBB tentang Narkotika dan Psikotropika, tetapi dapat menimbulkan ancaman kesehatan masyarakat.
Mengapa NPS Jauh Lebih Berbahaya?
Jika efeknya hanya meniru, mengapa NPS dianggap lebih berbahaya? Jawabannya terletak pada ketidakpastian.
Karena tidak pernah melalui uji keamanan atau medis, efek samping NPS seringkali tidak terduga dan bisa berkali-kali lipat lebih kuat dari zat yang ditirunya. Inilah karakteristik utama yang membuatnya menjadi bom waktu bagi penggunanya:
- Efek 'Zombie' yang Tak Terduga: Karena tidak ada standar dosis dan kemurniannya tidak terjamin, efeknya bisa sangat mengerikan. Pengguna bisa mengalami overdosis fatal, gangguan kejiwaan akut (halusinasi parah, paranoia), kejang-kejang, hingga kerusakan organ permanen.
- Berkembang Biak dengan Cepat: Kreativitas produsen NPS seolah tak ada habisnya. Menurut data WHO hingga 2023, sudah ada lebih dari 1.200 jenis NPS yang teridentifikasi secara global. Angka ini terus bertambah, membuat penegak hukum dan ilmuwan kewalahan.
- Sulit Dideteksi: Metode tes narkoba standar seringkali tidak dirancang untuk mendeteksi formula kimia NPS yang baru. Ini menjadi tantangan besar baik dalam penegakan hukum di lapangan maupun dalam penanganan medis di rumah sakit.
- Penyebaran Lewat Online: NPS sering dijual secara daring dengan kedok produk legal seperti dupa herbal, garam mandi (bath salts), atau pupuk tanaman. Ini membuatnya sangat mudah diakses oleh kaum muda yang tidak menyadari bahaya mematikan di baliknya.
Jenis-Jenis NPS yang Sudah Mengancam Indonesia
BNN telah mengidentifikasi beberapa jenis NPS yang peredarannya patut diwaspadai di Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan sudah memakan korban. Jenis-jenis tersebut antara lain:
- Synthetic Cannabinoids: Dikenal dengan sebutan "ganja sinte". Efeknya meniru ganja, namun bisa ratusan kali lebih kuat dan sering memicu efek psikotik yang parah.
- Synthetic Cathinones: Populer dengan nama jalanan "bath salts". Meniru efek stimulan seperti amfetamin atau sabu, namun dengan risiko agresi ekstrem dan halusinasi mengerikan.
- Phenethylamines: Kelompok zat yang meniru efek halusinogen dan stimulan, salah satu contohnya adalah 2C-B.
- Piperazines: Sering dijual sebagai pil ekstasi palsu (MDMA) dengan efek yang tidak bisa diprediksi.
- Ketamine-like Substances: Zat yang meniru efek disosiatif dari ketamin, yang bisa menyebabkan sensasi "keluar dari tubuh" yang berbahaya.
Perang melawan NPS memerlukan lebih dari sekadar penangkapan. Dibutuhkan pembaruan hukum yang cepat, edukasi masif kepada masyarakat tentang bahayanya, serta peningkatan teknologi deteksi agar Indonesia tidak menjadi pasar empuk bagi peredaran narkoba 'zombie' ini.