Eks Ketua PN Jaksel Didakwa Kantongi Rp15,7 Miliar, Terungkap Skema Bancakan Suap 'Geng Hakim'

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 20 Agustus 2025 | 17:11 WIB
Eks Ketua PN Jaksel Didakwa Kantongi Rp15,7 Miliar, Terungkap Skema Bancakan Suap 'Geng Hakim'
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan periode 2024-2025 Muhammad Arif Nuryanta dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8/2025). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.

Suara.com - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan periode 2024-2025, Muhammad Arif Nuryanta, kini duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia didakwa menerima suap dengan nilai fantastis mencapai Rp15,7 miliar dalam sebuah konspirasi untuk merekayasa putusan kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang sempat membuat heboh publik.

Dalam sidang pembacaan dakwaan yang digelar pada Rabu (20/8/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan tegas membeberkan dugaan permainan kotor ini.

Jaksa Syamsul Bahri Siregar menyebut Arif, yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima aliran dana haram dari para advokat yang mewakili tiga korporasi sawit raksasa yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Uang pelicin itu digelontorkan demi satu tujuan, agar majelis hakim menjatuhkan putusan lepas (ontslag van alle rechtsvervolging) bagi para terdakwa korporasi tersebut. Sebuah putusan yang berarti perbuatan terdakwa terbukti, namun dianggap bukan sebagai tindak pidana.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar JPU Syamsul Bahri Siregar saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta sebagaimana dilansir Antara.

Jaksa mengungkap bahwa Arif tidak bermain sendirian. Ia diduga menjadi bagian dari 'geng' yang bersekongkol untuk membagi-bagi uang suap.

Total komitmen suap yang disepakati untuk memenangkan perkara ini mencapai 2,5 juta dolar AS, atau setara dengan Rp40 miliar jika dirupiahkan dengan kurs saat ini.

Uang puluhan miliar itu kemudian dibagi-bagi kepada Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, serta tiga hakim yang menangani langsung perkara CPO tersebut, yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin.

Jaksa merinci aliran dana haram ini diterima dalam dua tahap. Tahap pertama, uang tunai sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp8 miliar) dibagikan. Dari jumlah ini, Arif Nuryanta disebut mendapat jatah terbesar Rp3,3 miliar. Sisanya dibagi untuk Wahyu Gunawan (Rp800 juta), Djuyamto (Rp1,7 miliar), serta Agam dan Ali yang masing-masing menerima Rp1,1 miliar.

Baca Juga: Ngaku Sakit Chest Pain dan Butuh Istirahat 5 Hari, Sidang PK Silfester Matutina Diundur

Gelombang suap kedua datang dengan nilai yang jauh lebih besar, yakni 2 juta dolar AS atau setara Rp32 miliar.

Lagi-lagi, Arif Nuryanta diduga menerima bagian paling jumbo sebesar Rp12,4 miliar. Sementara sisanya mengalir ke Wahyu (Rp1,6 miliar), Djuyamto (Rp7,8 miliar), serta Agam dan Ali yang masing-masing kebagian Rp5,1 miliar.

Akibat perbuatannya, Muhammad Arif Nuryanta kini dijerat dengan pasal berlapis yang sangat berat. Jaksa mendakwanya dengan kombinasi pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 12 huruf c dan Pasal 11, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengindikasikan perbuatan ini dilakukan secara bersama-sama.

Dalam persidangan yang sama, Panitera Wahyu Gunawan juga mendengarkan dakwaan terpisah atas perannya. Ia didakwa menerima total suap Rp2,4 miliar.

Sementara itu, tiga hakim lainnya yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief, dijadwalkan akan menjalani sidang perdana mereka pada hari Kamis (21/8), membuka babak baru dalam upaya membongkar praktik lancung mafia peradilan di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI