Akar Korupsi dan Rusaknya Alam, Pakar Belanda Ungkap Ngerinya Politik Uang di Indonesia

Rabu, 20 Agustus 2025 | 22:54 WIB
Akar Korupsi dan Rusaknya Alam, Pakar Belanda Ungkap Ngerinya Politik Uang di Indonesia
Ilustrasi korupsi dan Politik Uang (Fikry Anshor/Unsplash)

Suara.com - Praktik politik uang yang kian menggurita di setiap perhelatan pemilu di Indonesia disebut bukan lagi sekadar pelanggaran, melainkan sudah menjadi akar dari berbagai masalah kronis bangsa.

Hal ini diungkapkan oleh pakar antropologi politik dari University of Amsterdam, Belanda, Prof Ward Berenschot.

Menurutnya, fenomena 'serangan fajar' telah berevolusi dari praktik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi menjadi sebuah mekanisme sistematis dan masif yang dianggap wajar oleh para kontestan politik.

Kondisi ini ia amati telah memburuk secara signifikan dalam satu dekade terakhir.

"Saya sudah ikuti, mantau pemilu di Indonesia sejak 2009. Saat itu sudah ada praktik bagi uang, amplop. 'Serangan fajar'. Tapi, saat itu calon masih malu. Praktik 'serangan fajar' terjadi, tapi skala kecil," katanya di kampus FISIP Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Rabu (20/8/2025).

Kini, situasinya berbalik total. Berdasarkan wawancaranya dengan banyak calon kepala daerah, hampir semua mengaku mustahil untuk menang tanpa menggelontorkan uang dalam jumlah besar.

"Saat ini di setiap pilkada intensitas 'serangan fajar' naik, dan hampir semua calon yang berkontestasi yang diwawancarainya mengaku kalau tidak keluar uang tidak mungkin menang," tegasnya.

"Jadi, itu (politik uang, red.) sudah menjadi praktik yang sistematis yang yang sangat masif di Indonesia."

Penegasan ini disampaikannya dalam acara pemutaran film dokumenter "Amplop Demokrasi" yang diproduksi oleh Watchdoc Documentary.

Baca Juga: Jejak Janggal Kuota Haji: MAKI Adukan Beda Aturan di 2023 dan 2024 yang Diduga Picu Pungli Rp 691 M

Film tersebut merupakan hasil penelitiannya bersama 14 peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang membedah dampak destruktif politik uang di Pilkada 2024.

Lebih jauh, Prof Berenschot memaparkan bahwa ongkos politik yang melambung tinggi akibat masifnya politik uang adalah biang kerok dari berbagai persoalan fundamental di Tanah Air.

"Ongkos politik menjadi akar masalah korupsi, dominasi oligarki, hingga menjadi akar masalah dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan kerusakan lingkungan. 'Many problem'. Karena biaya politik mahal," paparnya.

Oleh karena itu, ia mendesak agar pemerintah dan seluruh elemen masyarakat tidak lagi memandang sebelah mata persoalan ini.

"Pemerintah Indonesia harus ambil serius krisis ini dan tegas untuk hapuskan praktik serangan fajar, dan melaksanakan sebuah perubahan sistem elektoral untuk mengurangi pengaruh politik uang," serunya.

Di sisi lain, Wakil Rektor Undip, Wijayanto, Ph.D, menyoroti lingkaran setan yang membuat politik uang sulit diberantas. Menurutnya, semua pihak seolah terpenjara dalam sistem yang rusak ini.

"Masyarakat khawatir akan calon (pemimpin) ditinggalkan setelah terpilih. Jadi, mereka menerima amplop (serangan fajar) di hari H karena merasa itu keuntungan satu-satunya," jelasnya.

Politisi dan pengusaha pun terjebak dalam kekhawatiran serupa, menciptakan simbiosis mutualisme yang merusak demokrasi.

Solusi dari kebuntuan ini, menurut Dekan FISIP Undip Dr. Teguh Yuwono, terletak pada penegakan hukum yang tanpa kompromi.

Ia menilai lemahnya peran KPU dan Bawaslu disebabkan oleh hukum yang tidak berjalan semestinya.

"Ketika kondisi masyarakat seperti ini, solusinya itu memang hukum. Jadi tadi beliau (Prof Ward, red.) mengatakan KPU, Bawaslu kurang tegas. Itu ya karena hukumnya enggak tegas. Ketika hukumnya tumpul ke atas, tajam ke bawah, maka sistem apapun tidak akan berjalan," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI