Suara.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyerahkan bukti tambahan berupa dua Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Menteri Agama yang sama, Yaqut Cholil Qoumas.
Dokumen tersebut adalah SK Menag Nomor 467 Tahun 2023, yang kemudian ia kontraskan dengan SK Menag Nomor 130 Tahun 2024.
“Nah hari ini saya memberikan data pembanding kuota haji tahun 2023, di mana jumlahnya itu ada tambahan 8.000,” kata Boyamin di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (30/8/2025).
Dalam SK tahun 2023, tambahan 8.000 kuota dibagi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yakni 7.360 untuk haji reguler (92 persen) dan 640 untuk haji khusus (8 persen).
“Kalau dihitung itu benar 8 persen, 640 itu adalah 8 persen dari 8.000. Artinya ketika tahun 2023 oleh Menteri yang sama sudah dilakukan dengan benar,” ujar Boyamin.
Namun, kebijakan ini berubah total pada tahun berikutnya. Untuk tambahan 20.000 kuota haji 2024, pembagiannya dilakukan 50:50, yaitu 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
Pembagian inilah yang kemudian menjadi inti persoalan hukum.
Dugaan Pungli Ratusan Miliar
Boyamin menduga perubahan komposisi yang drastis ini membuka celah untuk praktik pungutan liar (pungli) atau jual beli kuota.
Baca Juga: KPK: Korupsi Kuota Haji Hambat Waktu Keberangkatan Jemaah Haji Reguler
Ia mengalkulasi potensi kerugian dari penyimpangan ini bisa mencapai Rp 691 miliar.
"Kenapa tahun 2024 menjadi berbeda, menjadi separuh-separuh dan diduga dijual atau dibeli, yang angkanya saya sebut itu kan rata-rata adalah 5.000 dolar per orang."
"Kalau kali 10.000 kan Rp750 miliar. Terus kemudian kalau toh ada petugas segala macam ya Rp691 miliar lah karena dibagi petugas," sambung Boyamin.
Langkah MAKI ini dilakukan saat kasus korupsi haji telah naik ke tahap penyidikan di KPK.
Eskalasi ini diumumkan pada awal Agustus 2025, setelah KPK memeriksa Yaqut Cholil Qoumas selama lima jam pada Kamis (7/8/2025).
Keseriusan KPK terlihat dari langkah pencekalan ke luar negeri terhadap tiga orang kunci sejak 11 Agustus 2025.