suara hijau

Menperin Ungkap Empat Faktor Kunci Percepatan Transformasi Industri Hijau

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Kamis, 21 Agustus 2025 | 12:39 WIB
Menperin Ungkap Empat Faktor Kunci Percepatan Transformasi Industri Hijau
Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita. (Dok. Istimewa)

Suara.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan ada empat faktor yang dapat mengakselerasi terwujudnya transformasi industri hijau yang sekaligus memacu daya saing produk domestik.

Dalam acara The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 di Jakarta, Rabu, Agus menjelaskan bahwa faktor pertama datang dari tuntutan konsumen terhadap produk hijau.

Pasar global kini semakin selektif, karena konsumen lebih memilih produk ramah lingkungan, transparan, serta memiliki nilai keberlanjutan yang jelas.

Faktor kedua adalah meningkatnya pembiayaan hijau. Menurutnya, lembaga keuangan domestik maupun internasional kini memprioritaskan proyek yang sesuai dengan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), sehingga membuka peluang bagi industri yang siap berinovasi.

Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita. (Dok. Istimewa)
Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita. (Dok. Istimewa)

“Selanjutnya ketiga adalah kebijakan pemerintah melalui peta jalan dekarbonisasi industri, insentif fiskal, kemudahan investasi, hingga regulasi efisiensi sumber daya juga menjadi pendorong utama," ujarnya.

Faktor keempat, lanjut Agus, adalah mekanisme perdagangan global seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) Uni Eropa, yang akan mengenakan biaya tambahan pada produk dengan jejak karbon tinggi. Oleh karena itu, industri Indonesia harus bersiap memenuhi standar rendah emisi agar tetap kompetitif.

Agus menambahkan, target net zero emission (NZE) sektor industri pada 2050 akan dicapai melalui langkah strategis seperti efisiensi energi, pemanfaatan energi terbarukan, dan penerapan teknologi rendah karbon.

Untuk emisi yang sulit dihilangkan sepenuhnya, diperlukan solusi tambahan seperti teknologi Carbon Capture Utilization (CCU).

"Saat ini kami sedang melaksanakan pilot project CCU berbasis hidrometalurgi di PT Petrokimia Gresik," ucapnya.

Baca Juga: Tarif Trump 19 Persen, Sektor Manufaktur RI Diklaim Bisa Kembali Bergairah

Proyek percontohan tersebut diharapkan mampu menangkap CO2 hingga 65 persen atau lebih dari gas buang, sekaligus mengubahnya menjadi soda ash atau baking soda yang bernilai komersial.

“Teknologi ini bukan hanya mendukung target NZE, tetapi juga memberi nilai tambah ekonomi,” kata Agus.

Selain itu, Kemenperin juga tengah mengeksplorasi pemanfaatan mikro alga sebagai solusi penangkapan karbon yang menghasilkan biomassa, green hydrogen, hingga bahan baku kosmetik.

Sejalan dengan itu, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menegaskan bahwa target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada 2029 harus berjalan beriringan dengan komitmen penurunan emisi karbon.

Ia menekankan percepatan ekonomi berpotensi meningkatkan emisi, sehingga strategi yang jelas dibutuhkan agar pembangunan tidak menimbulkan beban lingkungan.

“Pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada tahun 2029 mendatang pasti akan menghasilkan emisi karbon lebih banyak. Oleh karena itu, kita membutuhkan upaya serius dalam menurunkan emisi karbon. Peningkatan pertumbuhan ekonomi harus sejalan dengan komitmen penurunan emisi karbon, bukan sebaliknya,” ungkap Hashim.

Menurutnya, Indonesia memiliki peluang besar untuk membuktikan bahwa pembangunan ekonomi hijau bisa menjadi motor pertumbuhan. Dengan mengintegrasikan investasi energi bersih, efisiensi industri, dan teknologi rendah karbon, ia optimistis target tersebut dapat dicapai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI