Suara.com - Immanuel Ebenezer, atau Noel, sang panglima jalanan yang dulu suaranya lantang meneriakkan anti-korupsi dan membela Presiden Joko Widodo hingga titik darah penghabisan, kini tersungkur tak berdaya.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan ini terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, lembaga yang dulu menjadi pujaannya.
Penangkapan pada Kamis (21/8) ini bukan sekadar berita kriminal.
Ini adalah sebuah elegi, kisah tragis tentang seorang aktivis idealis yang masuk ke dalam labirin kekuasaan dan tak menemukan jalan keluar.
Ini adalah runtuhnya sebuah simbol, sebuah pukulan telak bagi narasi bahwa api perjuangan di jalanan bisa tetap menyala terang di dalam istana yang dingin.
[Dari Garda Terdepan Jokowi Mania Menuju Rompi Oranye
Untuk memahami betapa dahsyatnya kejatuhan ini, kita harus melihat kembali siapa Noel sebenarnya. Ia bukanlah politisi karir yang licin.
Ia adalah produk murni dari gerakan jalanan. Sebagai Ketua Umum Jokowi Mania (JoMan), ia adalah garda terdepan, "tameng hidup" yang paling militan bagi Jokowi.
Saat citra presiden diserang, suaranya yang paling keras membela. Saat kebijakan dikritik, narasinya yang paling gigih meluruskan.
Baca Juga: Immanuel Ebenezer: Saya Lebih Baik Kehilangan Jabatan
Penunjukannya sebagai Wamenaker pada Juni 2025 adalah puncak dari loyalitasnya.
Namun, banyak yang melihatnya sebagai "hadiah" transaksional, sebuah praktik yang mengkhawatirkan di mana aktivisme dibarter dengan jabatan.
Kini, "hadiah" itu berubah menjadi bumerang paling mematikan. Perjalanannya dari panglima relawan kini berada di persimpangan paling krusial, dengan satu jalur mengarah langsung ke rompi oranye tahanan KPK.
Mengintip Dapur 'Basah' di Kementerian Ketenagakerjaan
Meskipun KPK belum merilis detail kasusnya, sumber internal mengarahkan sorotan pada dugaan suap terkait proyek dan perizinan di Kemenaker.
Kejatuhan Noel adalah pelajaran yang sangat mahal bagi seluruh gerakan sosial dan politik di Indonesia.