7 Fakta Ngeri Konflik Berdarah di Jasinga: Dari Bola Jadi Perang, Dendam 15 Tahun Renggut Nyawa

Andi Ahmad S Suara.Com
Kamis, 21 Agustus 2025 | 22:36 WIB
7 Fakta Ngeri Konflik Berdarah di Jasinga: Dari Bola Jadi Perang, Dendam 15 Tahun Renggut Nyawa
Ilustrasi sepak bola atau 7 Fakta Ngeri Konflik Berdarah di Jasinga: Dari Bola Jadi Perang, Dendam 15 Tahun Renggut Nyawa. (Unsplash)

Suara.com - Sebuah tragedi kemanusiaan mengguncang Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Bentrokan berdarah antara warga Kampung Parungsapi dan Kampung Peteuy merenggut satu nyawa dan membuka kotak pandora berisi luka lama yang telah terpendam selama belasan tahun.

Apa yang tampak seperti tawuran biasa ternyata jauh lebih kompleks. Di baliknya, ada kisah tentang harga diri, rivalitas abadi, dan dendam yang diwariskan.

Berikut adalah 7 fakta kunci yang perlu Anda ketahui tentang konflik maut di Jasinga.

1. Bukan Konflik Semalam, Dendam Sudah Berakar 15 Tahun

Ini bukan pertikaian yang meledak tiba-tiba. Menurut Kapolres Bogor, AKBP Wikha Ardilestanto, yang langsung turun ke lokasi, permusuhan antara dua kampung ini sudah berlangsung selama 15 tahun.

"Sejatinya konflik yang ada di wilayah tersebut sudah berlangsung sudah lama, informasi dari tokoh masyarakat hingga tokoh pemuda itu sudah berlangsung 15 tahun," ungkapnya. Ini adalah bom waktu yang akhirnya meledak.

2. Pemicu Sepele: Semua Berawal dari Pertandingan Sepak Bola

Akar dari dendam maut ini terdengar sangat sepele: sepak bola. Sebuah pertandingan "tarkam" (antar kampung) 15 tahun lalu menjadi pemicu awal gesekan.

Alih-alih menjunjung sportivitas, pertandingan tersebut justru menanamkan benih kebencian akibat gengsi dan harga diri kampung yang dipertaruhkan.

Baca Juga: Sepak Bola Berubah Maut, Kisah Pria Tewas di Jasinga Akibat Konflik Antarkampung 15 Tahun Silam

Rivalitas di lapangan hijau ini terus dipelihara hingga menjadi permusuhan abadi.

3. Puncak Amarah: Satu Nyawa Melayang Ditusuk Parang

Kapolres Bogor, AKBP Wikha Ardilestanto [Egi/SuaraBogor]
Kapolres Bogor, AKBP Wikha Ardilestanto [Egi/SuaraBogor]

Konflik terbaru yang pecah pada 17 Agustus 2025 menjadi yang paling fatal. Seorang warga Kampung Parungsapi berinisial WS tewas secara mengenaskan.

Korban tewas setelah menerima tusukan senjata tajam jenis parang di tengah amuk massa. Kematian WS menjadi tumbal pertama dari dendam belasan tahun ini.

4. Kronologi Bentrok Maut di Hari Kemerdekaan

Ledakan amarah terbaru dipicu oleh insiden intimidasi. Beberapa warga Kampung Parungsapi yang melintasi Kampung Peteuy pada 17 Agustus 2025 mendapat ejekan verbal dan lemparan batu.

Merasa dilecehkan, warga Parungsapi tak terima dan melakukan serangan balasan besar-besaran yang berakhir dengan tewasnya WS.

5. Disebut "Mendarah Daging" oleh Polisi

Kapolres Bogor menggunakan istilah yang sangat kuat untuk menggambarkan konflik ini: "mendarah daging". Hal ini menunjukkan bahwa permusuhan tersebut sudah menjadi bagian dari identitas sosial kedua kampung.

"Kalau cerita awalnya Pertandingan olahraga kemudian menimbulkan gesekan, ternyata itu berlangsung sampai 15 tahun, cukup mendarah daging," jelas AKBP Wikha.

6. Upaya Damai: Kedua Kampung Sudah Teken Kesepakatan

Menyikapi insiden berdarah ini, Polres Bogor segera memfasilitasi mediasi. Para tokoh dari kedua kampung dipertemukan dan menandatangani sebuah kesepakatan damai.

Mereka berkomitmen untuk menjaga keamanan bersama dan tidak mudah terprovokasi oleh berita bohong (hoaks) yang bisa kembali memanaskan situasi.

7. Damai yang Rapuh, Potensi Konflik Susulan Masih Ada

Meskipun sudah ada kesepakatan di atas kertas, pihak kepolisian menyadari bahwa perdamaian ini sangat rapuh. Dendam yang sudah mengakar selama 15 tahun tidak akan mudah hilang.

Kapolres mengakui bahwa potensi konflik susulan tetap ada. "Potensi-potensi (konflik) itu pasti ada," tegasnya, mengisyaratkan bahwa Jasinga masih menyimpan bara dalam sekam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?