Rustam, sang pemilik pisang juga akhirnya luluh. Dengan hati lapang, ia mencabut laporan dan menyatakan memaafkan pelaku.
"Mudah-mudahan ini jadi pelajaran, jangan diulangi lagi," katanya di depan forum.
Polisi akhirnya memilih jalur restorative justice. Kepala Desa, tokoh masyarakat, orang tua Erlangga, hingga korban hadir menyaksikan perjanjian damai.
Kapolres Gowa, AKBP Muhammad Aldy Sulaiman menyebut restorative justice menjadi solusi hukum yang mengedepankan kemanusiaan.
"Kita mengedepankan kemanusiaan tanpa menghilangkan nilai edukasi hukum," ucap Aldy.
Restorative justice diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang memberikan pedoman kepada aparat kepolisian dalam menangani perkara secara damai dengan tetap menjunjung keadilan substantif.
![Pria di Kabupaten Gowa dibebaskan dari hukuman setelah ketahuan mencuri empat tandan pisang demi membiayai istrinya yang hamil [Suara.com/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/24/78639-curi-pisang.jpg)
Potret Ketidakadilan
Kasus Erlangga menjadi sorotan di tengah penyesuaian gaji dan tunjangan anggota DPR RI.
Dari kasus ini kita bisa melihat potret kehidupan rakyat miskin di negeri ini. Ironi itu semakin terasa ketika disandingkan dengan jumlah gaji anggota DPR RI.
Baca Juga: Presiden Prabowo: Pemimpin Tidak Pandai Akan Ciptakan Kemiskinan
Seorang anggota DPR RI bahkan bisa mengantongi setidaknya Rp3 juta per hari, jika dihitung dari gaji pokok dan berbagai tunjangan yang totalnya menembus lebih dari Rp100 juta per bulan.
Berdasarkan PP Nomor 75 Tahun 2000 serta SE Sekretariat Jenderal DPR tahun 2010, gaji pokok anggota DPR ditetapkan dengan nominal Rp4.200.000.
Selain itu, terdapat tunjangan keluarga, yakni tunjangan untuk suami atau istri sebesar Rp420.000 dan tunjangan anak Rp168.000 untuk maksimal dua anak.
Kemudian, tunjangan jabatan Rp9.700.000, tunjangan beras Rp30.090 per jiwa (maksimal 4 jiwa), tunjangan PPh Pasal 21 Rp2.699.813, uang sidang/paket Rp2.000.000, tunjangan kehormatan Rp5.580.000.
Kemudian, tunjangan komunikasi Rp15.554.000, tunjangan fungsi pengawasan dan anggaran Rp3.750.000, dan tunjangan perumahan Rp50.000.000
Ketimpangan tersebut dianggap menyakitkan karena memperlihatkan perbedaan mencolok antara kesejahteraan DPR dengan kondisi rakyat kecil.