TB Simatupang Macet Parah, Trotoar Jadi Tumbal? Ini Kata Gubernur dan Koalisi Pejalan Kaki

Senin, 25 Agustus 2025 | 14:33 WIB
TB Simatupang Macet Parah, Trotoar Jadi Tumbal? Ini Kata Gubernur dan Koalisi Pejalan Kaki
Ilustrasi trotoar. [ANTARA]

Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta berencana memangkas sejumlah trotoar di kawasan Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. 

Langkah itu diambil untuk mengurai kemacetan parah yang kerap terjadi akibat proyek galian di ruas jalan tersebut.

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengatakan, trotoar yang akan dialihfungsikan bukanlah fasilitas pedestrian yang masih aktif digunakan masyarakat. 

Ia menyebut, trotoar yang dimaksud kini tak bisa dimanfaatkan pejalan kaki lantaran terdampak proyek.

"Jadi yang dimaksud trotoar adalah trotoar yang tidak dipakai, trotoar yang sedang tidak dipakai karena ada proyek di sana, dan itu trotoar memang juga tidak bisa dipakai untuk jalan sebagai (jalur) pedestrian," kata Pramono di Rusun Tower Cakung Barat, Jakarta Timur, Senin (25/8/2025).

Menurut Pramono, kebijakan ini hanya bersifat sementara. 

Begitu proyek galian rampung, trotoar akan kembali difungsikan sebagaimana mestinya untuk pejalan kaki.

"Sehingga Pemerintah Jakarta berkeinginan untuk membuat (trotoar jadi jalan) agar sampai dengan bulan November, supaya arus lalu lintas di TB Simatupang lancar," ujarnya.

Ia pun menargetkan seluruh pekerjaan galian bisa selesai pada November 2025, atau lebih lambat satu bulan dari target awal. 

Baca Juga: Trotoar Jalan TB Simatupang Mau Dipangkas Demi Kurangi Macet, Koalisi Pejalan Kaki: Kemunduran!

Dengan begitu, arus lalu lintas di TB Simatupang diharapkan kembali normal menjelang akhir tahun.

Pramono menambahkan, Pemprov juga telah meminta Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) untuk rutin memberikan informasi kondisi lalu lintas kepada publik. 

Hal ini mengingat ada tiga proyek sekaligus di kawasan itu yang menimbulkan ketidaknyamanan pengguna jalan.

"Sehingga dengan demikian trotoar yang bisa digunakan (untuk jalan) bukan trotoar yang secara keseluruhan, tetapi hanya trotoar-trotoar yang sekarang ini memang dipakai untuk proyek itu, dan memang tidak bisa dipakai, untuk orang jalan pun sebenarnya tidak bisa dipakai," jelasnya.

Sebelumnya, Koalisi Pejalan Kaki mengkritik rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan memangkas trotoar di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan. 

Langkah tersebut disebut sebagai upaya mengurai kemacetan akibat proyek galian pipa di sepanjang ruas jalan tersebut.

Pendiri Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Syafruddin, menilai kebijakan itu justru bertentangan terhadap pembangunan transportasi berkelanjutan yang sudah dirintis sejak awal 2000-an oleh para Gubernur DKI Jakarta.

"Itu sesat, jadi merugikan atau set back (kemunduran) atas proses pembangunan urban sustainable transport yang sudah dirintis berbagai Gubernur DKI Jakarta sejak 2000," ujar Syafruddin saat dihubungi, Senin (25/8/2025).

Menurut Syafruddin, pelebaran jalan dengan cara mengorbankan fasilitas non-motorized transport (NMT) seperti trotoar dan jalur sepeda hanya akan menimbulkan masalah baru.

"Melebarkan jalan raya dengan mengorbankan fasilitas NMT (lajur sepeda dan trotoar), adalah sesat dan merugikan pertumbuhan ekonomi regional," ucapnya.

Ia menambahkan, Gubernur seharusnya tidak mengambil langkah yang disebutnya sebagai kemunduran terhadap strategi mobilitas berkelanjutan di Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung melihat peta rencana pembangunan saat kegiatan susur sungai di Jakarta, Kamis (31/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. [Suara.com/Alfian Winanto]

"Alih-alih menggusur trotoar, justru harusnya Gubernur tak mengambil langkah anarkis dan set back terhadap urban sustainable mobility strategy yang sudah dibangun susah payah dan mahal selama ini," tegas Syafruddin.

Lebih jauh, ia menilai kemacetan seharusnya tidak dipandang semata sebagai masalah. 

Justru, kata dia, kepadatan lalu lintas bisa menjadi disinsentif bagi masyarakat agar beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.

"Seharusnya kemacetan di-drive sebagai disincentive atas pilihannya bagi pengguna kendaraan pribadi, mobil maupun sepeda motor. Jadi biarkan saja," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?