Suara.com - Suasana santap malam yang ramai di sebuah gerai restoran Mie Gacoan di Jakarta Pusat sontak berubah menjadi arena ketegangan dan perlawanan sipil.
Momen dramatis ini terjadi ketika aparat kepolisian secara paksa menyeret sejumlah remaja berpakaian hitam yang diduga merupakan pendemo dari kalangan pelajar.
Aksi anggota polisi itu memicu reaksi keras dari pengunjung dan pegawai restoran yang membentuk barikade manusia untuk melindungi mereka.
Peristiwa yang terekam dalam video viral tersebut mempertontonkan bagaimana aparat dari Polres Metro Jakarta Pusat meringsek masuk ke dalam restoran, mengejar para pelajar yang mencari perlindungan.
Tanpa mediasi, aparat langsung melakukan penangkapan dengan cara yang dinilai kasar, menarik para remaja tersebut keluar dari tempat persembunyian mereka di antara meja dan kursi makan.
Namun, tindakan tersebut tidak berjalan mulus. Para pengunjung yang sedang makan sontak berdiri, menghadang laju aparat.
Puncaknya adalah ketika seorang pengunjung wanita dengan berani berteriak, memprotes metode yang digunakan.
"Jangan main kasar, Pak! Tadi Bapak main kasar, itu anak orang!" pekiknya, suaranya bergetar menahan amarah.
Solidaritas tak terduga juga datang dari para pegawai Mie Gacoan. Mereka yang berseragam putih-biru, dengan sigap meninggalkan tugas mereka dan membentuk barisan, menjadi tameng hidup antara aparat dan para pelajar.
Baca Juga: Jakarta Siaga Lagi! Giliran Massa Buruh Gelar Demo 28 Agustus di DPR, Gaungkan Tuntutan Hostum
"Jangan rusuh woy, jangan rusuh!" teriak seorang karyawan, berusaha menengahi situasi yang semakin memanas.
Aparat di lokasi bersikeras bahwa tindakan mereka sudah sesuai prosedur.
"Ya, mereka itu tadi lari semua ke dalam," ujar seorang petugas berompi polisi, mencoba memberikan pembenaran atas pengejaran hingga masuk ke properti pribadi tersebut.

Namun, justifikasi itu langsung dimentahkan oleh seorang pegawai wanita.
"Tapi Bapak main kasar, nggak bisa begitu," balasnya tajam.
Di sisi lain, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Iptu Ruslan, memberikan keterangan resmi.
Menurutnya, para pelajar tersebut bukanlah massa aksi biasa, melainkan bagian dari kelompok anarkis yang sebelumnya telah melakukan perusakan fasilitas umum di kawasan Slipi.
"Ketika petugas gabungan akan menertibkan, mereka melarikan diri," jelas Ruslan.
Penangkapan di Mie Gacoan, klaimnya, adalah upaya penegakan hukum terhadap para pelaku perusakan.
Meski demikian, narasi polisi tidak sepenuhnya diterima publik. Video tersebut telah memicu perdebatan sengit tentang batas antara penegakan hukum dan arogansi kekuasaan.
Bagi banyak warganet, apa yang terjadi di Mie Gacoan adalah cerminan dari brutalitas aparat yang tidak proporsional, terutama saat berhadapan dengan pelajar di ruang publik yang penuh warga sipil.
Peristiwa ini pun meninggalkan pertanyaan besar: di mana batas kewenangan aparat saat berhadapan dengan nurani dan solidaritas warga yang menyaksikan langsung sebuah tindakan yang mereka anggap sebagai ketidakadilan?