Suara.com - Sebuah realitas pahit dan mengiris hati terungkap dari dunia pendidikan tinggi Indonesia. Aliansi Dosen ASN Kementerian Diktisaintek (Adaksi) membongkar bahwa banyak dosen terpaksa menjadi pengemudi ojek online untuk menyambung hidup.
Penyebabnya? Gaji pokok yang dinilai sangat rendah dan tunjangan kinerja atau tukin yang pembayarannya kerap bermasalah, memaksa para intelektual ini harus turun ke jalan.
Anggota Adaksi, Imam Akhmad, tidak menutupi kondisi memprihatinkan yang dialami rekan-rekannya. Menurutnya, menjadi ojek online adalah salah satu cara paling umum bagi para dosen untuk mencari penghasilan tambahan demi menutupi kebutuhan hidup.
"Dia ngajar selain di kampus akhirnya harus mencari penghasilan lain, banyak yang nyambi itu jadi ojek online," kata Imam usai audiensi dengan Kementerian Keuangan di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Gaji Dosen: Pokok Cuma Rp 3 Juta, Hidup dari Tunjangan
Imam membeberkan akar masalahnya, yakni gaji pokok dosen ASN yang sangat rendah, terutama bagi mereka yang belum bergelar guru besar.
"Sekarang asisten ahli itu hanya Rp 3 jutaan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, jika ditambah dengan tukin sebesar Rp 5 juta, total penghasilan memang bisa mencapai Rp 8 juta. Namun, masalahnya adalah tukin tersebut tidak selalu cair tepat waktu.
"Bayangkan tadinya tidak ada yang Rp 5 juta, hanya Rp 3 juta. Inilah yang kita suarakan," kata Imam.
Baca Juga: Dosen ASN Sebut Banyak Mahasiswa Demo UKT Mahal Efek Ulah Pemerintah Lepas Tangan dari Pendidikan
Setelah melalui perjuangan panjang dari Adaksi, pemerintah akhirnya mencairkan tukin untuk periode Januari-Juli 2025 pada bulan Juli lalu. Namun, masalah baru justru muncul, diskriminasi.
Imam mengkritik bahwa tidak semua dosen ASN bisa menikmati tukin tersebut. Dosen yang mengajar di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (BLU) dikecualikan, dengan alasan mereka sudah mendapat remunerasi dari kampus.
Padahal, menurutnya, remunerasi yang diterima seringkali jauh lebih kecil dari tukin yang seharusnya mereka dapatkan.
"Padahal kenyataannya, (dosen) BLU itu mendapatkan remunnya kecil. Tidak sesuai dengan aturan kelas jabatan di Perpres dan Permen tentang Tukin," kritiknya.
Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakadilan sistemik dalam pengelolaan kesejahteraan dosen, yang pada akhirnya memaksa sebagian dari mereka harus mencari nafkah tambahan dengan cara yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.