Azmi Fajrina yang jadi salah satu petugas VDK ditugasi untuk menekankan pentingnya ketepatan jenis bantuan.
Contohnya, penyandang disabilitas seharusnya tidak hanya diberi modal usaha tanpa keterampilan pendukung. Lansia pun tidak seharusnya diberi bantuan modal usaha, karena kondisi fisik mereka sudah tidak memungkinkan.
Sebaliknya, warga usia produktif mestinya tidak berhenti pada bantuan sembako, tetapi didorong melalui modal usaha atau keterampilan kerja agar bisa mandiri.
Program ini diharapkan mampu menjawab persoalan klasik bantuan sosial yang sering kali salah sasaran.
Dan kisah seperti Mbah Dul memperlihatkan bahwa di lapangan ada penerima yang justru lebih jujur, bahkan rela tidak mengambil bantuan ketika merasa masih cukup.
Kontras dengan Tunjangan Pejabat
Sikap sederhana Mbah Dul kontras dengan sorotan publik terhadap fasilitas pejabat negara, termasuk anggota DPR yang disebut-sebut mendapat tunjangan beras bernilai hingga Rp12 juta per bulan.
Wakil Ketua DPR Adies Kadir sempat menyebut bahwa DPR mendapat sejumlah kenaikan tunjangan.
"Tunjangan-tunjangan beras kami cuma dapat Rp 12 juta dan ada kenaikan dari 10 (juta) kalau tidak salah,
katanya pada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Baca Juga: Kabar Gembira! Wisata Borobudur Sunrise Kembali Dibuka
Meski kemudian, Adies mengklarifikaasi pernyataanya karena bikin gaduh publik. Terakhir, Adies menyebut bahwa tunjangan beras DPR hanya Rp200 ribu per bulan.
Perbandingan ini menghadirkan ironi. Rakyat kecil takut mubazir setengah karung beras, sementara pejabat bergelimang tunjangan.
Mbah Dul mungkin tidak paham hiruk-pikuk politik, tapi sikapnya lebih lantang daripada orasi di gedung parlemen: hidup secukupnya, tidak serakah, dan selalu bersyukur dengan apa yang ada.
Kisah Mbah Dul Salim dan warga lain di pelosok Magelang ini menjadi tamparan moral. Bahwa arti “cukup” bukanlah berapa banyak yang dimiliki, melainkan keberanian untuk menahan diri dari mengambil lebih.
Di tengah kondisi negara yang masih bergelut dengan ketimpangan, warga miskin seperti Mbah Dul justru menunjukkan teladan bahwa tidak semua yang miskin itu serakah, tidak semua yang lemah itu ingin lebih.
Ada yang memilih bertahan dengan apa adanya, meski serba kekurangan.