Suara.com - Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI Prof Taruna Ikrar mengakui bahwa berbagai jenis obat impor masih mendominasi industri kefarmasian Indonesia.
Dalam penanganan dan pengobatan penyakit di masyarakat.
"Jumlah ekspor untuk obat saja Rp6,7 triliun, sementara yang kita impor Rp176 triliun, jadi berkali lipat dan ini perlu kita ubah," ujarnya pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Apoteker Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis 28 Agustus 2025.
Sebagai bagian dari pemerintah, Taruna menegaskan terus mengusahakan mengubah sistem ini agar produk obat-obatan Indonesia jadi raja di negeri sendiri, salah satunya dengan merealisasikan industri farmasi yang lebih sehat.
Secara tegas, Profesor Taruna sebagai Kepala Badan POM menyebut sangat detail dan berhati-hati saat melakukan peninjauan untuk memberikan sertifikasi terkait cara pembuatan obat yang baik.
Termasuk saat monitoring dan evaluasi berbagai industri farmasi untuk pendampingan dan supervisi.
"Jadi kalau ditanya bagaimana industri farmasi kita menguasai untuk menjadi raja di negeri kita, saya yakin potensi itu ada. Tetapi yang paling penting tentu sumber daya manusianya, apotekernya harus pandai," ujarnya.
Dia memaparkan potensi industri obat saat ini di Indonesia. Jumlah industri obat Indonesia mencapai 272 yang memiliki pabrik. Sedangkan perusahaan besar farmasi jumlahnya 3.009.
"Apotek, toko obat, dan instalasi kefarmasian menembus angka 60 ribuan lebih se Indonesia," ungkapnya.
Baca Juga: Jangan Anggap Remeh, Ciri-Ciri Terkena Cacingan yang Sering Tak Disadari Orang Dewasa
Potensi Indonesia untuk pengembangan ekstrak obat dari tumbuhan, juga sangat besar. Contohnya, Indonesia memiliki 17.200 lebih jenis tumbuhan yang punya potensi obat.
Hanya saja, dari belasan ribu jenis tumbuhan itu, baru 78 jenis yang terstandarisasi dan yang berhasil difitofarmakan baru 21.
"Revenue obat herbal ini saja ada Rp350 triliun tiap tahun. Potensi pasar sangat besar, tetapi butuh digarap," kata dia.
Terkait industri ini, agar mampu meningkatkan produk ekspor kefarmasian, Badan POM RI juga mendorong hadirnya kebijakan yang bisa mendukung iklim investasi, iklim pengembangan teknologi kefarmasian, obat-obatan dan sebagainya.
"Kita akan permudah dan mempercepat sertifikasinya sehingga research and development-nya maju," kata dia.
Selain SDM dan kebijakan terhadap produk kefarmasian, menurut Prof Taruna, teknologi dari Indonesia juga harus maju dan terdepan, sehingga dibutuhkan transfer teknologi yang melibatkan kerja sama berbagai negara maju.