Suara.com - Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa intensif dua tersangka korupsi dana CSR, Satori dan Heri Gunawan gagal.
Keduanya kompak tidak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan memiliki keperluan lain.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi ketidakhadiran kedua anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 tersebut.
Menurutnya, KPK akan segera menjadwalkan ulang pemeriksaan bagi keduanya.
“Tidak hadir, ada keperluan lain. Nanti akan dijadwalkan kembali pemeriksaannya,” kata Budi kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).
Ketidakhadiran ini menandai mangkirnya Satori dari Fraksi Partai NasDem untuk kedua kalinya secara berturut-turut.
Sementara bagi Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra, menjadi kali pertama ia absen setelah pada Senin (1/9/2025) kemarin sempat memenuhi panggilan penyidik seorang diri.
Keduanya, yang telah berstatus tersangka, dipanggil dalam kapasitas mereka untuk didalami keterlibatannya dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan dana CSR dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020–2023.
Selain memeriksa para tersangka di Jakarta, tim penyidik KPK pada hari yang sama juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi kunci di Kantor Polres Kota Cirebon, termasuk Staf Administrasi dan Tenaga Ahli Satori.
Baca Juga: KPK Panggil Satori dan Heri Gunawan Dua Hari Berturut-turut untuk Kasus CSR BI
Sebelumnya diberitakan, KPK menetapkan Anggota DPR RI Satori dan Heri Gunawan dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penggunaan dana CSR dari BI dan OJK.
Satori dan Heri diketahui merupakan Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2014. Satori berasal dari Fraksi Partai Nasdem sementara Heri dari Fraksi Partai Gerindra.
“Dua hari ke belakang, KPK menetapkan 2 orang tersangka yaitu HG sebagai Anggota Komisi XI DPR RI 2019-2024 dan ST sebagai Anggota Komisi XI DPR RI 2019-2024,” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025).
Keduanya dinilai melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.