Suara.com - Muncul desakan agar PDIP mencopot kadernya, Deddy Sitorus dari jabatan sebagai anggota DPR RI. Desakan itu mencuat imbas ucapan kontroversial Deddy Sitorus yang sempat menyebut “jangan bandingkan DPR dengan rakyat jelata.”
Salah satu desakan agar PDIP mencopot Deddy Sitorus dari kursi parleman datang dari Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI). Pasalnya, Deddy Sitorus dianggap telah melukai hati masyarakat dan mencerminkan arogansi seorang wakil rakyat.
Diketahui, Deddy Sitorus menjabat sebagai Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP dengan daerah pemilihan alias dapil Kalimantan Utara.
"Ucapan tersebut bukan hanya mencerminkan arogansi seorang wakil rakyat, tetapi juga mempertegas jurang pemisah antara DPR dan rakyat yang mereka wakili. Ini adalah bentuk penghinaan terhadap rakyat," ujar
Ketua PD KMHDI Jakarta, Marselinus dikutip pada Selasa (2/9/2025).

Marselinus menyoroti langkah tegas yang telah diambil sejumlah partai politik lain ketika kadernya membuat pernyataan atau tindakan kontroversial.
Ia mencontohkan kasus Ahmad Sahroni, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Nafa Urbach, hingga Uya Kuya, yang semuanya dinonaktifkan oleh partai masing-masing demi menjaga marwah partai dan merespons kemarahan publik.
“Langkah yang diambil oleh Ketum Partai NasDem dan PAN sudah tepat dan menunjukkan keberpihakan kepada rakyat. Kini tinggal PDIP yang belum mengambil tindakan terhadap Deddy Sitorus, padahal dampak dari ucapannya sangat meresahkan,” tegas Marselinus.
Lebih lanjut, Marselinus menilai PDIP sebagai partai besar yang mengusung nilai-nilai kerakyatan dan mengaku sebagai representasi wong cilik seharusnya memberi teladan dalam menjunjung etika politik.
Menurutnya, membiarkan pernyataan seperti yang disampaikan Deddy tanpa sanksi hanya akan memperburuk kepercayaan publik terhadap partai politik maupun lembaga legislatif.
Baca Juga: Kasus Kilat Delpedro Marhaen, Staf Lokataru Mujafar Ikut Dicokok di Kantin Polda Metro Jaya
"Pembiaran terhadap pernyataan semacam ini akan memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif maupun partai politik,” pungkas Marselinus.