Suara.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan tidak memiliki kewenangan untuk menonaktifkan Bupati Pati, Sudewo, meski desakan masyarakat semakin deras.
Polemik kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) serta dugaan kasus korupsi membuat posisi Sudewo menuai sorotan.
Tito menyebutkan, aturan hukum hanya memperbolehkan Kemendagri menonaktifkan kepala daerah dalam kondisi tertentu.
Ia menegaskan ada tiga syarat yang harus dipenuhi sebelum penonaktifan dapat dilakukan.
"(Tiga syarat itu) satu kepala daerah itu ditahan dalam proses pidana. Kedua, kalau dia mengundurkan diri. Ketiga, kalau dia tidak bisa menjalankan tugasnya, karena sakit yang berat yang dibuktikan dengan keterangan dokter," ucap Tito di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (2/9/2025).
Tito mencontohkan, mekanisme itu pernah berlaku di Sumatera Utara ketika seorang kepala daerah jatuh sakit beberapa tahun lalu.
Ia juga menyebut kasus pemakzulan terhadap mantan Bupati Jember, Faida, sebagai preseden lain.
Meski memahami aspirasi masyarakat Pati, Tito menegaskan pemerintah pusat tidak bisa bertindak di luar aturan.
"Bupati enggak bisa dinonaktifkan, tidak ada aturan yang membuat Kemendagri, pemerintah pusat menonaktifkan kepala daerah yang dimakzulkan. Jadi, saya tidak otomatis bisa menonaktifkan juga," tuturnya.
Baca Juga: 'Penyidikan Tidak Berhenti!': Jubir KPK Temui Massa AMPB yang Desak Bupati Pati Jadi Tersangka
Desakan publik agar Sudewo turun dari jabatannya kian menguat setelah namanya disebut dalam kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api.
Ia diduga menerima commitment fee dari proyek tersebut.
Sudewo sendiri sempat mengembalikan uang sekitar Rp3 miliar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, ia mengeklaim dana itu bukan berasal dari praktik korupsi, melainkan pendapatannya saat menjabat sebagai anggota DPR.