Tidak heran jika berbagai pihak, mulai dari serikat pekerja, partai politik, hingga pakar hukum menilai RUU Perampasan Aset sebagai langkah strategis.
Sekjen PKS, Muhammad Kholid, menegaskan bahwa pengesahan aturan ini adalah bagian dari komitmen melindungi uang rakyat.
Senada, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dari Partai Demokrat juga menyatakan partainya terbuka pada pembahasan RUU ini, meski menekankan perlunya kolaborasi antarfraksi dan koordinasi dengan pemerintah.
RUU Perampasan Aset Tidak Masuk Prolegnas 2025
Ironisnya, meski urgensi sudah sangat jelas, RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Dalam daftar yang disahkan DPR pada November 2024, dari 41 rancangan undang-undang, yang muncul justru RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Adapun RUU Perampasan Aset hanya ditempatkan dalam Prolegnas jangka menengah 2025–2029.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. Mengapa aturan yang dianggap bisa memberi efek jera dan menambah penerimaan negara justru tidak menjadi prioritas?
Apalagi, pengesahan aturan ini telah berulang kali dijanjikan, baik di era Presiden Jokowi maupun kini di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
Namun, bukan berarti RUU ini benar-benar terkunci. Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2025, ada dua jalur agar RUU yang belum masuk Prolegnas tetap bisa dibahas.
Baca Juga: Benny K Harman: Sejak Era Jokowi, RUU Perampasan Aset Selalu Kandas karena Partai Lain
Pertama adalah jalur keadaan tertentu atau urgensi nasional.
Jika DPR dan pemerintah sepakat bahwa ada kondisi darurat, misalnya maraknya korupsi atau kebutuhan mendesak pemulihan aset negara, maka RUU dapat langsung dimasukkan ke agenda pembahasan.
Kedua adalah jalur penyesuaian atau perubahan Prolegnas, di mana Badan Legislasi DPR bersama pemerintah bisa melakukan revisi daftar prioritas.
Mekanisme ini pernah digunakan sebelumnya ketika ada RUU strategis yang mendesak untuk dibahas mengikuti dinamika politik dan ekonomi.
Dengan mekanisme tersebut, masih ada peluang RUU Perampasan Aset dipercepat, terutama bila tekanan publik semakin kuat. Demonstrasi yang berlangsung akhir-akhir ini menjadi bukti bahwa masyarakat tidak lagi sabar menunggu.
Aspirasi publik jelas: negara harus segera memiliki instrumen hukum yang mampu memberantas korupsi dan mengembalikan kerugian negara.