- Kemendagri telah menghukum Wali Kota Prabumulih, Arlan terkait polemik pencopotan Kepala SMP Negeri 1.
- Arlan diduga melanggar prosedur dengan langsung mencopot kepala sekolah tanpa mekanisme yang sah.
- Tindakan pencopotan yang dilakukan Arlan mencerminkan kesalahan fatal dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Suara.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menghukum Wali Kota Prabumulih, Arlan terkait polemik pencopotan Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah.
Arlan kini dijatuhi hukuman berupa sanksi tertulis agar kesalahan serupa tak dilakukan lagi di kemudian hari.
Inspektur Jenderal Kemendagri, Irjen Pol. Sang Made Mahendra, mengatakan langkah ini dilakukan demi memastikan seluruh kepala daerah menaati aturan yang berlaku.
"Ini dalam rangka mitigasi, agar kejadian serupa tidak terulang. Kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan peraturan perundangan," ujar Mahendra kepada wartawan, Jumat (19/9/2025).
Mahendra menyebut, Arlan diduga melanggar prosedur dengan langsung mencopot kepala sekolah tanpa mekanisme yang sah.
Karena itu, Kemendagri memastikan akan memberikan sanksi sebagai bagian dari penegakan aturan.
"Kami ingatkan, sebagai kepala daerah, selaku pejabat pemerintahan wajib mentaati ketentuan peraturan pendanaan yang berlaku," ungkapnya.
Menurut Mahendra, tindakan pencopotan yang dilakukan Arlan mencerminkan kesalahan fatal dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Aturan mengenai pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah telah diatur jelas, sehingga tidak boleh dilakukan secara sepihak tanpa dasar hukum.
Baca Juga: Mendagri Jelaskan Pentingnya Keseimbangan APBD dan Peran Swasta Dalam Pembangunan Daerah
Menanggapi hal ini, Pengamat Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah, menilai langkah tersebut sangat penting untuk mencegah keresahan publik semakin meluas.

"Saya mengapresiasi Kemendagri yang sigap, sehingga Wali Kota akhirnya meminta maaf dan mengembalikan jabatan kepala sekolah," ujarnya.
Jejen menilai kasus Prabumulih menjadi cermin bagi kepala daerah lain agar tidak bertindak sewenang-wenang. Menurutnya, keputusan yang salah, apalagi tanpa dasar regulasi, dapat memicu ketidakpuasan masyarakat dan berpotensi menimbulkan gejolak.
"Fenomena ini menunjukkan bahwa pemimpin harus menjadi teladan. Memecat kepala sekolah tanpa alasan regulatif mencerminkan lemahnya kepemimpinan," jelasnya.
Lebih lanjut, Jejen menekankan pengambilalihan kasus oleh Kemendagri seharusnya menjadi pelajaran kolektif. Ia mengingatkan, jabatan publik menuntut tanggung jawab untuk melayani masyarakat, bukan justru menggunakan kewenangan secara semena-mena.
“Memimpin berarti melayani dan tunduk pada aturan, bukan menggunakan wewenang secara semena-mena,” pungkas Jejen.