- Roy Suryo menjuluki KPU sebagai "Komisi Fufufafa" karena dinilai tidak transparan dan menuntut seluruh komisioner mundur
- Roy Suryo menuntut Menteri Pendidikan menguji keabsahan dokumen penyetaraan yang menurutnya bisa menggugurkan jabatan Gibran sebagai Wapres
- Bukti utama yang diajukan adalah bentuk dokumen yang hanya berupa "Surat Keterangan" (bukan "Surat Keputusan")
Suara.com - Pakar telematika Roy Suryo melontarkan julukan menohok bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), menyebutnya sebagai "Komisi Fufufafa". Istilah ini digunakan untuk menyindir lembaga penyelenggara pemilu yang dinilainya tidak transparan dan sengaja melindungi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terkait dokumen persyaratannya.
Kekesalan Roy Suryo memuncak akibat penerbitan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang awalnya mengecualikan dokumen persyaratan capres-cawapres dari informasi publik. Meski aturan itu akhirnya dibatalkan, Roy Suryo menganggap KPU telah mencederai demokrasi dan harus bertanggung jawab.
"Sebagai pertanggungjawaban publik harusnya Ketua KPU M Affifudin dan komisioner lainnya mundur," tegas Roy Suryo dikutip dari kanal Forum Keadilan TV, Sabtu 20 September 2025.
Menurutnya, pembatalan keputusan tersebut tidak serta-merta membersihkan nama KPU. Sebaliknya, langkah itu justru memperkuat kecurigaan publik bahwa ada yang ditutup-tutupi.
"Inilah pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pemilu, termasuk keterbukaan dokumen pencalonan," kata Roy.
Tak berhenti pada kritik verbal, Roy Suryo mengambil langkah frontal dengan menyambangi langsung Gedung Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada Selasa (23/9/2025). Ia datang membawa setumpuk dokumen yang diklaim sebagai bukti cacat hukum pada ijazah Gibran.
Di hadapan awak media, Roy Suryo dengan lantang menuntut ketegasan Menteri Pendidikan, Prof. Abdul Mu’ti, untuk menguji keabsahan surat penyetaraan ijazah Gibran. Baginya, ini bukan lagi soal administrasi, melainkan legitimasi orang nomor dua di republik ini.
“Kami hari ini meminta ketegasan dari Kementerian Pendidikan di bawah Prof. Abdul Mu’ti untuk kemudian dipastikan apakah surat keterangan ini sah atau tidak. Kalau tidak sah, ya gugur (Gibran) sebagai Wapres,” ujar Roy Suryo.
Analisis tajam Roy Suryo menyoroti bentuk dokumen yang hanya berupa "Surat Keterangan", bukan "Surat Keputusan" yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Kelemahan legalitas inilah yang menurutnya bisa menggugurkan syarat Gibran sebagai wakil presiden.
Baca Juga: Heboh Bimbel Sydney Disetarakan SMK, Rismon Desak Gibran Mundur: Kemendikdasmen Ngawur!
“Surat ini tidak sah secara hukum dan struktur pendidikan. Karena bunyinya seharusnya bukan surat keterangan, tapi surat keputusan. Surat keterangan ini gak bisa dipakai apa-apa, maka yang bersangkutan itu cacat secara syarat untuk menjadi wakil presiden,” terangnya.
Untuk memperkuat argumennya, Roy Suryo membeberkan kejanggalan fatal lain dari riwayat pendidikan Gibran yang dirilis resmi oleh Kementerian Sekretariat Negara. Ia menunjukkan adanya lompatan jenjang pendidikan yang tidak masuk akal.
“Ini kebalik-balik, urutannya ini salah, padahal ini diterbitkan oleh Kementerian Sekretariat Negara. Dan ini kalau Anda akses, masih ada,” jelas Roy sambil menunjukkan dokumen di tangannya.
Dalam dokumen tersebut, riwayat pendidikan Gibran tercatat meloncat dari setara SMP langsung ke jenjang setara S1, tanpa mencantumkan jenjang SMA. Hal ini, menurut Roy, adalah bukti kuat adanya manipulasi atau ketidakberesan dalam proses verifikasi syarat pencalonan Gibran oleh KPU.
Karena urgensi masalah ini, Roy berharap dapat ditemui langsung oleh pejabat setingkat Wakil Menteri atau Direktur Jenderal, bukan lagi staf humas.