- Sekolah di Pamekasan tetap jalankan program makan mandiri meski ada MBG, karena wali murid sepakat melanjutkan kebijakan.
- Program ini disukai karena menu bervariasi, fleksibel untuk alergi, bahan segar, dan makan bersama tiap pagi pukul 09.00 di sekolah.
- Dengan iuran Rp5.000 per siswa, program ini hemat, jadi pengganti uang jajan, tanpa kantin, dan didukung subsidi silang untuk keluarga kurang mampu.
Suara.com - Di tengah gencarnya sosialisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah, sebuah lembaga pendidikan di Kelurahan Juncangcang, Pamekasan, Madura, mengambil sikap yang unik.
Lembaga yang menaungi Kelompok Bermain (KB) Raudhatul Athfal (RA) Insan Cendikia dan MI Alquran Internasional (MIQI) Darussalam ini dengan mantap memilih untuk melanjutkan program makan mandiri yang telah mereka jalankan selama tiga tahun terakhir.
Keputusan ini bukanlah bentuk penolakan mentah-mentah terhadap inisiatif pemerintah, melainkan hasil dari musyawarah yang melibatkan seluruh wali murid.
Suherman, perwakilan dari lembaga tersebut, menjelaskan bahwa ketika tawaran program MBG muncul, pihak sekolah segera mengumpulkan para orang tua untuk berdiskusi.
"Kami memberikan pilihan kepada wali murid: apakah kita akan beralih ke program pemerintah atau tetap melanjutkan program makan yang sudah berjalan di sekolah. Ternyata, secara aklamasi, mereka lebih memilih program kami dilanjutkan," ungkap Suherman kepada wartawan belum lama ini.
Kepercayaan wali murid ini bukan tanpa alasan. Program makan di sekolah tersebut telah terbukti efektif dan disukai oleh para siswa. Setiap hari tepat pukul 09.00, seluruh siswa berkumpul untuk menikmati hidangan bersama.
Menu yang disajikan sangat bervariasi, dengan jadwal yang telah disusun rapi untuk satu bulan penuh, memastikan asupan gizi yang seimbang dan tidak monoton.
Keunggulan lain dari program mandiri ini adalah fleksibilitasnya. Pihak sekolah sangat memperhatikan kondisi setiap anak.
"Kami sangat fleksibel. Jika ada siswa yang memiliki alergi terhadap lauk atau masakan tertentu, kami akan segera menyesuaikan menunya sesuai kebutuhan anak tersebut," jelas Suherman.
Baca Juga: Pendidikan dr. Tan Shot Yendan, Berani Kritik Program MBG Tak Bergizi Seimbang
Kualitas makanan juga menjadi prioritas utama. Semua bahan pokok dipastikan segar dan diolah pada pagi hari, sehingga saat disajikan, makanan masih dalam kondisi hangat dan menggugah selera.
"Mungkin ini salah satu faktor utama mengapa wali murid begitu yakin untuk melanjutkan program ini," tambahnya.
Dari segi pendanaan, program ini didukung oleh iuran harian sebesar Rp 5.000 per siswa.
Angka ini, menurut Suherman, telah disepakati bersama dan justru dianggap lebih hemat.

Iuran tersebut berfungsi sebagai pengganti uang jajan, karena sekolah secara konsisten menerapkan kebijakan tanpa kantin dan melarang siswa membeli jajanan di lingkungan sekolah.
"Sejak awal berdiri, kami berkomitmen untuk mengontrol asupan anak-anak dengan tidak menyediakan kantin.
Iuran Rp 5.000 ini pada dasarnya adalah alih fungsi dari uang saku mereka untuk sesuatu yang lebih sehat dan terjamin," katanya.
Selama tiga tahun berjalan, tidak pernah ada keluhan dari orang tua terkait iuran ini.
Sistem pembayaran yang fleksibel, baik harian maupun bulanan, serta adanya subsidi silang bagi keluarga yang mengalami kesulitan finansial, menjadikan program ini solusi yang inklusif dan diterima dengan baik oleh seluruh komunitas sekolah.