4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 07 Oktober 2025 | 19:49 WIB
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
ARSIP - Sebagai Ilustrasi - Pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi seusai melaporkan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 1446H/2025 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (5/8/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang gencar mendalami kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024.

Perkara ini, yang penyidikannya dimulai sejak 9 Agustus 2025, kian membuka praktik-praktik ilegal dan merugikan negara.

Berikut adalah empat fakta terbaru dan paling disorot terkait dugaan jual beli kuota haji:

1. Jual Beli Kuota Jatah Petugas Kesehatan hingga Pengawas

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan temuan mengkhawatirkan: adanya dugaan jual beli kuota haji yang seharusnya diperuntukkan bagi petugas.

Kuota ini seharusnya dialokasikan untuk petugas pendamping, petugas kesehatan, pengawas, dan staf administrasi. Namun, jatah tersebut ternyata diperjualbelikan kepada calon jemaah haji umum.

Menurut KPK, praktik ini tidak hanya menyalahi ketentuan tetapi juga secara langsung mengurangi kualitas pelayanan haji.

Misalnya, jika jatah petugas kesehatan dijual, maka jumlah tenaga medis yang seharusnya bertugas memfasilitasi kebutuhan jemaah akan berkurang. Kasus ini juga memperkuat dugaan bahwa praktik korupsi merusak sistem pengawasan dan pelayanan di Tanah Suci.

2. Travel Haji Ilegal Membeli Kuota dari Biro Resmi

Baca Juga: Ayahnya Korupsi Rp26 Miliar, Anak Eks Walkot Cirebon Terciduk Maling Sepatu di Masjid

KPK menemukan adanya modus lain dalam kasus kuota haji khusus. Beberapa biro perjalanan haji yang tidak terdaftar resmi di Kemenag sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) justru bisa memberangkatkan jemaah.

Modusnya, menurut Budi Prasetyo, adalah dengan membeli kuota haji khusus dari biro perjalanan yang terdaftar dan mendapatkan distribusi kuota resmi dari Kemenag.

"Beberapa travel yang tidak terdaftar dalam sistem di Kementerian Agama, tapi juga, mengolah kuota haji khusus dengan apa? Dengan membeli kuota haji khusus yang mendapatkan distribusi," jelas Budi.

Praktik ini menjadi jalan pintas bagi calon jemaah yang bersedia membayar lebih mahal, menghindari antrean panjang haji reguler.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo. ANTARA/Rio Feisal/am.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo. ANTARA/Rio Feisal/am.

3. Kerugian Negara Ditaksir Mencapai Rp1 Triliun dan Pengembalian Uang Hampir Rp100 Miliar

Kasus korupsi kuota haji ini melibatkan dana yang sangat besar. Pada tahap awal penyidikan, KPK telah mengumumkan bahwa penghitungan awal kerugian keuangan negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp1 triliun lebih. Angka ini menunjukkan skala kerugian yang signifikan dari penyalahgunaan wewenang ini.

Menariknya, Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak pengembalian uang dari berbagai pihak, termasuk travel haji, terkait dugaan kasus ini.

Nominal pengembalian uang yang telah diterima lembaga antirasuah tersebut sudah mendekati Rp100 miliar. Pengembalian dana ini mengindikasikan adanya upaya pengembalian aset dari pihak-pihak yang diduga terlibat.

4. Modus Pelunasan Mepet untuk Jual Beli Kuota "Haji Plus Tanpa Antrean"

Modus licik yang diungkap KPK dan disorot oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) adalah penetapan batas waktu pelunasan yang disengaja dibuat mepet.

Modus ini diduga diniatkan dari awal untuk menjual kuota yang tidak terlunasi kepada calon haji lain.

Penjualan kuota ini sangat diminati karena menjadi jalan pintas terbaik bagi calon haji untuk tidak mengantre lama. Dengan membayar tambahan sekitar Rp100 juta, calon jemaah bisa langsung berangkat haji khusus (haji plus) tanpa antrean, yang jauh lebih menarik dibanding program haji Furoda yang nilainya bisa mencapai Rp750 juta.

KPK juga telah mendalami bagaimana jemaah haji khusus dengan urutan paling akhir atau baru mendaftar pada 2024 bisa langsung berangkat, menguatkan dugaan adanya bypass sistem yang terstruktur.

Kontributor : Rizqi Amalia

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI