Suara.com - Temu Pendidik Nusantara XII (TPN XII) kembali menjadi titik temu ribuan guru dan pegiat pendidikan dari 45 kabupaten/kota di Indonesia. 2.304 peserta berkumpul di Sekolah Cikal Lebak Bulus, Jakarta, pada 11 Oktober 2025, sementara ratusan lainnya ikut merasakan semangat perubahan melalui acara nonton bareng di 7 daerah.
TPN XII diselenggarakan oleh Guru Belajar Foundation, lembaga philanthropic intermediary yang memiliki visi memberdayakan pendidik menjadi pemimpin kolektif perubahan untuk mewujudkan masyarakat dunia yang adil, damai, dan berkelanjutan.
TPN XII semakin bermakna dengan kehadiran 200 lebih guru dari berbagai daerah yang menjadi narasumber kelas, bahkan dari pelosok Indonesia. TPN bukan sekadar forum pendidikan semata, TPN melahirkan dan menghadirkan penggerak yang sudah terbukti memimpin perubahan pada level kelas, sekolah/madrasah, komunitas dan daerah. Selain itu, selama dua hari, para guru juga dapat berbagi praktik baik yang berhasil membawa perubahan di ruang kelas bersama para guru lain dari berbagai daerah.
Dengan tema “Iklim Pendidikan & Pendidikan Iklim”, acara ini menghadirkan rangkaian sesi inspiratif yang menyorot peran guru dan pendidikan iklim dalam pembelajaran, di antaranya talk show pendidikan, kelas debat, kelas pendidik, kelas pemimpin, kelas kompetensi, kelas kolaborasi, pameran karya murid, dan Pasar Solusi Pendidikan.
Bukik Setiawan, Ketua Guru Belajar Foundation, menyampaikan bahwa gagasan yang diusung dalam TPN XII kali ini adalah sekolah menjadi pusat kolaborasi untuk praktik pendidikan iklim.
“Sekolah bukan hanya tempat belajar bagi murid, tetapi ruang kolaborasi lintas peran untuk menjawab krisis iklim. Di sekolah, murid, guru, orang tua, komunitas, dunia usaha, dan pemerintah bereksperimen dengan solusi nyata, dari kebun sekolah, bank sampah, hingga kelas energi terbarukan. Melalui praktik pendidikan kontekstual, sekolah bertransformasi menjadi jantung perubahan sosial yang menumbuhkan kesadaran ekologis dan budaya keberlanjutan,” jelas Bukik.
Guru dan Sekolah, Garda Depan Krisis Iklim
Tema TPN XII “Iklim Pendidikan & Pendidikan Iklim” lahir dari kesadaran bahwa krisis iklim bukan hanya soal planet, tapi juga soal manusia. Pendidikan menjadi jantung mitigasi dan adaptasi: membekali generasi muda dengan kompetensi, kreativitas, dan kepemimpinan agar mampu menyelesaikan masalah masa depan.
TPN XII membuktikan bahwa guru adalah aktor perubahan dalam pendidikan iklim. Contohnya, Siti Mariah, guru SDN 21 SP IV SKPH Manis Raya, Sintang, Kalimantan Barat yang menggagas Proyek Kebun Sekolah Berbasis Komunitas. Lewat aksi ini, ia berhasil menyatukan banyak pihak dengan kepentingan berbeda, seperti petani, pemilik warung, kelompok PKK, karang taruna, hingga dinas pemerintah. Diakui, awalnya tidak mudah. Namun, lewat pendekatan informal, ia berhasil membuat semua pihak merasa terlibat. Petani mengajarkan teknik berkebun organik, pemilik warung membantu memasarkan hasil panen, sementara murid belajar langsung tentang ketahanan pangan dan keberlanjutan.
Baca Juga: Diguyur BGN Rp100 Ribu Per hari jadi PIC MBG, P2G Sebut Simalakama buat Guru: Hati-hati!
Kini, kebun sekolah tidak hanya memberi manfaat pendidikan, tetapi juga ekonomi. Hasil panen masuk ke warung lokal, keuntungan yang didapat kembali untuk pengembangan kebun, dan pemerintah menjadikannya contoh praktik lingkungan berkelanjutan. “Setiap orang punya peran, sekecil apa pun, jika dilakukan bersama bisa menjadi perubahan nyata,” ujar Siti.
Bagi Ika Merdeka Sari, guru SMPN 1 Parepare, Sulawesi Selatan, menyelamatkan bumi bukanlah wacana global yang jauh dari jangkauan, melainkan aksi nyata yang dimulai dari ruang kelas. Ia menanamkan pendidikan lingkungan bersamaan dengan pelajaran Bahasa Inggris ke murid-muridnya. Bahasa bukan sekadar dipelajari lewat buku, tetapi melalui praktik sehari-hari yang menumbuhkan kepedulian ekologis.
Dari memilah sampah, membuat eco-brick, urban farming, sampai mengelola bank sampah sekolah, Ika membimbing murid-muridnya untuk menjadi pelaku perubahan. Pesannya tak berhenti di kelas: melalui kampanye digital, ia menyebarkan semangat keberlanjutan hingga melampaui kota kelahirannya. Konsistensi inilah yang mengantarkan SMPN 1 Parepare terpilih dalam Climate Innovation Generation Program (CIGPro), kolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Pemerintah Norwegia.
Pencapaian ini lebih dari sekadar prestasi sekolah. Ia melihat lahirnya generasi inovator lingkungan: anak-anak yang berani bermimpi, bertindak, dan menjaga bumi. “Masa depan Indonesia yang hijau dan berkelanjutan ada di tangan mereka,” ujarnya penuh keyakinan.
Di Jakarta, Depok, dan Bogor, semangat perubahan tumbuh dari sekolah-sekolah dasar hingga menengah pertama. Melalui gerakan Zero Waste School, para guru dan siswa berkolaborasi menciptakan lingkungan belajar yang bebas sampah, khususnya plastik sekali pakai. Di SD Insan Kamil, Bogor, kampanye kreatif ‘Less Plastic is Fantastic’ telah memasuki tahun ketiganya dengan cara unik: lagu bebas sampah, duta lingkungan, dan kolaborasi lintas guru–murid. Sementara itu, di MTs Negeri 34 Jakarta, program sekolah mendukung warga madrasah lebih sadar lingkungan dan membebaskan lingkungan madrasah dari penggunaan styrofoam dan kemasan sachet di kantin. Di SDN Baktijaya 4, Depok, budaya pilah sampah menjadi gerakan kolektif yang menyatukan guru, orang tua, dan pedagang sekitar sekolah.
Cerita-cerita ini hanyalah sebagian dari cerita guru belajar lainnya dari berbagai daerah yang semakin menyemarakkan Puncak TPN XII. Hal ini menunjukkan bagaimana guru di berbagai daerah bergerak menanggapi tantangan global dengan aksi lokal.