-
Skema mafia hutan PT BRN rugikan negara Rp 240 miliar.
-
Modusnya: pakai dokumen palsu tutupi penebangan liar 730 hektar.
-
Total 12.000 kubik kayu ilegal dikirim dari Mentawai ke Jawa.
Suara.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar skema mafia hutan lintas pulau yang diduga dilakukan oleh PT Berkah Rimba Nusantara (BRN).
Melalui modus operandi licik, praktik ilegal logging ini ditaksir telah merugikan negara hingga Rp 240 miliar, baik dari nilai ekonomi kayu maupun kerusakan ekosistem.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bagaimana perusahaan ini mengelabui petugas untuk memuluskan aksi mereka.
Mereka seolah-olah menggunakan dokumen legal dari lahan kecil untuk menutupi penebangan liar di area yang jauh lebih masif.
"Ternyata dari hasil ini hampir dari tanah hutan Sipora, hampir 730 hektare itu menebang di wilayah yang tidak ada izinnya. Nah ini diduga berasal dari kawasan itu,” ungkap Anang di Kejaksaan Agung, Selasa (14/10/2025).
Operasi ini terungkap setelah tim Satgas Pengembalian Hutan (PKH) menangkap basah pengiriman 4.600 meter kubik kayu bulat ilegal di Gresik, Jawa Timur.
Setelah ditelusuri, kayu tersebut berasal dari Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai. Pengiriman ini ternyata bukan yang pertama.
"Berdasarkan keterangan pelaku, kata Anang, pengiriman ini sudah dilakukan ketiga kalinya. Terhitung sejak bulan Juli hingga Oktober," ujarnya.
Dengan demikian total kayu ilegal yang telah dikirim mencapai hampir 12.000 meter kubik.
Baca Juga: Izin 190 Perusahaan Tambang Dibekukan, Bahlil: Hutan Rusak, Siapa Tanggung Jawab?
Jaringan Lintas Pulau
Kayu-kayu hasil jarahan ini rencananya akan didistribusikan ke berbagai daerah industri di Jawa, seperti Gresik dan Jepara.
Hal tersebut menunjukkan adanya jaringan kejahatan yang terorganisir.
"Ini melibatkan beberapa yurisdiksi dari mulai Mentawai, Gresik, Jawa Timur, dan masuk ke Jepara, dan tim Satgas PKH mensupport," jelas Anang.
Salah satu tersangka berinisial IM dari PT BRN kini telah diamankan untuk pengembangan lebih lanjut.
Kerugian negara yang fantastis sebesar Rp240 miliar dihitung dari kerugian ekosistem dan nilai ekonomi kayu itu sendiri.