- Nama Mars Ega, kini Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (PPN), mencuat sebagai sosok sentral yang diduga mengendalikan skema BBM Non-PSO bermasalah.
- Tahun 2023 titik kunci, saat Mars Ega menjabat sebagai Direktur Pemasaran Regional PPN yang melarang penjualan BBM Non-PSO kepada SPBU swasta.
- SPBU swasta dipaksa berjuang sendiri mengurus impor, menghadapi labirin birokrasi, dan membayar harga tinggi.
Kisah ini bukan sekadar temuan SEI. Pemberitaan dan laporan publik memperkuat dugaan bahwa skema BBM Non-PSO bermasalah adalah bagian dari jaringan kekuasaan yang lebih luas bukan tindakan tunggal, melainkan pola yang dibiarkan tumbuh.
Pertama, dalam konferensi pers Kejagung, 10 Juli 2025, sembilan tersangka diumumkan termasuk Alvian Nasution dan Mohammad Riza Chalid yang disebut sebagai beneficial owner PT Orbit Terminal Merak. Nama-nama ini bukan asing di dunia migas, tapi keakraban mereka dengan pejabat BUMN justru jadi bahan bisik-bisik di kalangan industri.
Kedua, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyingkap hal yang lebih pahit: Nicke Widyawati, Mars Ega, dan Alvian Nasution diduga menjual solar industri ke perusahaan tambang Grup Adaro di bawah harga solar subsidi bahkan di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP). Jika benar, maka subsidi publik secara diam-diam berpindah ke kantong korporasi besar.
Ketiga, isu harga Pertalite menambah satire di panggung kebijakan. Pertamina disebut mengusulkan formula Harga Indeks Pasar (HIP) Pertalite RON 90 sebesar 99,21% dari MOPS RON 92 dengan dalih bahwa Pertalite hanyalah oplosan Mogas RON 88 dan RON 92.
Dengan kata lain, publik membeli 'campuran kompromi' yang dijual dengan harga penuh.
Dari hasil investigasi SEI dan penelusuran pemberitaan, Hexa menilai terlihat pola yang konsisten. Pertama, larangan menjual BBM Non-PSO ke swasta. Kedua, pemaksaan pembelian dari PPN. Ketiga, pelanggaran spesifikasi dalam distribusi. Sebuah trinitas monopoli yang dikemas dalam bungkus kebijakan nasional.
"Pertanyaannya sederhana, dari mana asal kargo BBM itu? Siapa yang menyetujui pengirimannya? Dan apakah Pertamina sadar bahwa BBM Non-PSO di bawah spesifikasi ini sudah lama beredar di pasar nasional?," tutur Hexa Todo.
Desakan SEI: Bongkar Rantai Impor dan Pertanggungjawaban Mars Ega
Hexa menegaskan, SEI mendesak langkah konkret dari pemerintah dan aparat hukum. Ada tiga tuntutan utama. Kedua, Audit independen atas seluruh transaksi BBM Non-PSO Pertamina Patra Niaga periode 2023–2025. Ketiga, Keterbukaan data impor dan izin jual-beli BBM Non-PSO oleh Kementerian ESDM dan BUMN;
Baca Juga: Final Bright Gas Cooking Competition 2025 Digelar di Jakarta, Adu Kreativitas 12 Finalis
Keempat, Penyelidikan oleh KPK dan Kejagung atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan praktik impor BBM di bawah spesifikasi.
Energi adalah nadi negara, bukan sumber rente bagi pejaba. Ketika pasar dikunci, mutu dikorbankan, dan hukum bungkam yang tersisa hanyalah kejahatan yang dilegalkan oleh kebijakan. Negara tidak boleh menutup mata. Publik berhak tahu, dan hukum wajib turun tangan," tegas dia.