- Ray menyebut gelombang protes yang terjadi sejak 25 hingga 30 Agustus itu tak hanya menunjukkan lemahnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
- Krisis politik yang memuncak lewat kerusuhan di DPR juga dipicu oleh melemahnya fungsi oposisi.
- Ia menilai hal tersebut sebagai indikator serius kegagalan dalam mengelola demokrasi.
Suara.com - Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menilai serbuan massa ke Gedung DPR berujung ricuh pada akhir Agustus 2025 menjadi simbol gagalnya pengelolaan politik di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ia menyebut peristiwa tersebut tak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah politik Indonesia modern.
“Kali pertama juga dalam sejarah republik kita, Rumah DPR itu didatangi oleh masyarakat. Peristiwa tanggal 27, 28 sampai 30 Agustus. Nah itu juga menurut saya menandakan kegagalan politik,” kata Ray dalam sebuah diskusi publik bertajuk '1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Indonesia Emas atau Cemas?' di Jakarta, Minggu (19/10/2025).
Ray menjelaskan, serangan massa ke kompleks parlemen dan persekusi hingga penjarahan terhadap sejumlah anggota dewan menunjukkan kemarahan publik yang tak lagi tersalurkan melalui jalur politik normal.
Ia menilai kejadian tersebut merupakan puncak dari akumulasi kekecewaan terhadap elite politik yang gagal membaca aspirasi rakyat.
“Anggota DPR-nya pun kemudian dipersekusi melalui media sosial, didatangi rumahnya, di beberapa tempat gedung DPR-nya dibakar dan seterusnya,” ujarnya.
Menurut Ray, gelombang protes yang terjadi sejak 25 hingga 30 Agustus itu tak hanya menunjukkan lemahnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, tetapi juga mencerminkan kerapuhan institusi politik dalam merespons kritik publik.
Ia menilai hal tersebut sebagai indikator serius kegagalan dalam mengelola demokrasi.
“Protes publik terhadap DPR dan DPRD di beberapa tempat menunjukkan kepada kita ada semacam kegagalan mengelola politik yang terjadi dalam satu tahun terakhir kepemimpinan Pak Prabowo,” kata Ray.
Baca Juga: Bakal Gelar Ratas di Kertanagara, Prabowo Panggil Mendikti Lagi Bahas Hal Ini
Ia menilai krisis politik yang memuncak lewat kerusuhan di DPR juga dipicu oleh melemahnya fungsi oposisi.
Menurutnya, ketika semua kekuatan politik berada di lingkar kekuasaan, masyarakat kehilangan saluran aspirasi yang seharusnya bisa menjadi penyeimbang pemerintah.
Ray menilai kondisi tersebut mengingatkan pada era pemerintahan yang terlalu sentralistik dan tertutup terhadap kritik.
“Ketika ruang oposisi melemah, rakyat tidak punya pilihan lain selain mengekspresikan kekecewaannya secara langsung di jalanan,” kata dia.