Apa Itu Two State Solution? Seruan Prabowo untuk Palestina yang Dikritik Pandji Pragiwaksono

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Senin, 20 Oktober 2025 | 19:34 WIB
Apa Itu Two State Solution? Seruan Prabowo untuk Palestina yang Dikritik Pandji Pragiwaksono
Ilustrasi bendera Palestina (Shutterstock).

Gagasan ini pertama kali diusulkan oleh PBB pada 1947, lalu kembali dibicarakan dalam Perjanjian Oslo pada awal 1990-an.

Secara teori, negara Palestina yang merdeka akan berdiri di wilayah Tepi Barat dan Gaza, dengan pembagian wilayah tertentu dan status khusus untuk Yerusalem. Pendukungnya meyakini, model ini bisa memberi hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Palestina sekaligus menjamin keamanan Israel.

Namun dalam praktiknya, rencana ini sulit diwujudkan.

Beberapa hambatan utama antara lain:

  • Israel masih menduduki sebagian besar wilayah Tepi Barat dan terus memperluas permukiman ilegal di sana.
  • Yerusalem diklaim oleh kedua pihak sebagai ibu kota.
  • Pemerintahan Palestina sendiri terpecah antara Fatah di Tepi Barat dan Hamas di Gaza, membuat negosiasi sulit berjalan.

Akibat berbagai kendala itu, banyak pengamat kini menilai two-state solution sudah tidak realistis lagi diterapkan. Bahkan, sebagian kalangan aktivis menilai konsep ini hanya memberi kesan seolah-olah sedang mencari solusi, padahal kenyataannya ketimpangan kekuasaan masih terjadi.

Mengapa Pandji Menolak Two-State Solution

Dari sudut pandang Pandji, two-state solution tidak bisa disebut solusi karena mengabaikan fakta ketidakadilan. Ia menilai, pembagian dua negara justru mengokohkan ketimpangan yang sudah ada.

"Gue tuh nggak bisa nyebut itu konflik dua negara, karena dari awal aja yang satu udah dijajah. Kalau lo udah dijajah, lo nggak bisa disuruh kompromi," ungkapnya lagi.

Bagi Pandji, penyelesaian konflik seharusnya berangkat dari pengakuan bahwa Palestina adalah korban penjajahan, bukan sekadar pihak dalam perselisihan teritorial.

Baca Juga: Penegakan HAM Setahun Pemerintahan Prabowo, Komisi XIII DPR PKB: Harus Nyata, Bukan Sekadar Narasi

Ia juga mendesak agar Indonesia bersikap lebih lantang di forum internasional. Menurutnya, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia seharusnya menjadi suara utama dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina. "Kita ini negara besar, masa cuma bisa ngomong netral. Lo bisa kok nunjukin keberpihakan tanpa harus bikin ribut," ujarnya menutup pernyataannya.

Pandji pun mengajak publik untuk tidak hanya berhenti pada simbol solidaritas. "Kalau kita bilang bela Palestina, ya harus ngerti dulu siapa yang dijajah, siapa yang menjajah. Jangan sampai kita dukung solusi yang malah ngebikin mereka tetap dijajah," katanya.

Kontributor : Dea Nabila

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI