- Kementerian Sosial menemukan 1,9 juta dari 10 juta keluarga penerima bansos ternyata tidak layak
- Pemerintah secara resmi memusatkan pengelolaan data penerima bansos di bawah BPS sesuai Inpres Nomor 4 Tahun 2025
- Strategi pemerintah bergeser dari sekadar memberi bantuan menjadi pemberdayaan, dengan target membuat penerima manfaat mandiri secara ekonomi
Suara.com - Menteri Sosial Saifullah Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Ipul, membongkar borok utama dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) di Indonesia. Fakta mengejutkan terungkap bahwa sekitar 1,9 juta keluarga yang selama ini menerima bansos ternyata dinyatakan tidak layak, menyoroti masalah ketidakakuratan data yang sudah kronis.
Temuan ini merupakan hasil verifikasi lapangan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) terhadap 10 juta keluarga penerima manfaat. Angka 1,9 juta penerima yang tidak memenuhi kriteria menjadi bukti nyata bahwa bantuan dari pemerintah seringkali meleset dari sasaran.
"Artinya, bantuan sosial kita belum sepenuhnya tepat sasaran. Ini menjadi pekerjaan rumah besar yang harus segera dibenahi," tegas Gus Ipul dalam kunjungan kerja di Pontianak, Rabu (22/10/2025).
Menjawab persoalan ini, pemerintah mengambil langkah tegas. Presiden telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 yang secara resmi memindahkan wewenang pengelolaan data penerima bantuan ke tangan BPS. Langkah ini bertujuan untuk mengakhiri tumpang tindih dan ketidaksinkronan data antara kementerian dan pemerintah daerah.
"Kementerian Sosial kini tidak lagi mengelola data sendiri. Semua terpusat di BPS yang bertugas memverifikasi dan memvalidasi data sesuai kondisi lapangan," kata Gus Ipul sebagaimana dilansir Antara.
Untuk memastikan data yang digunakan selalu mutakhir dan akurat, pembaruan akan dilakukan melalui dua jalur utama. Pertama, jalur formal yang melibatkan aparat dari tingkat RT, RW, hingga pemerintah daerah. Kedua, jalur partisipatif yang memungkinkan masyarakat umum untuk terlibat langsung melalui aplikasi Cek Bansos, baik untuk mengusulkan calon penerima baru maupun menyanggah data yang dianggap tidak sesuai.
"Setiap tiga bulan, BPS akan memberikan umpan balik data yang menjadi acuan penyaluran bansos. Sistem ini memastikan proses berjalan lebih transparan dan partisipatif," jelasnya.
Gus Ipul menekankan bahwa data kesejahteraan sosial sangat dinamis karena kondisi masyarakat terus berubah setiap hari, mulai dari kelahiran, kematian, hingga perpindahan domisili. Oleh karena itu, komitmen dari seluruh dinas sosial di daerah untuk aktif memperbarui data menjadi kunci utama keberhasilan program ini.
"Sekarang benar, belum tentu besok benar. Maka yang paling penting adalah komitmen semua pihak menjaga ketelitian dan akurasi," tuturnya.
Baca Juga: Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
Lebih jauh, pemerintah tidak hanya fokus pada perbaikan data, tetapi juga mengubah paradigma penyaluran bantuan. Dengan anggaran bansos di Kemensos yang mencapai lebih dari Rp110 triliun pada tahun 2025, Presiden mendorong adanya keseimbangan antara bantuan sosial yang bersifat karitatif dengan program pemberdayaan masyarakat.
"Bansos itu sifatnya sementara, sedangkan pemberdayaan itu selamanya. Tujuannya agar keluarga penerima manfaat bisa naik kelas menjadi mandiri dan tidak lagi bergantung pada bantuan," kata Gus Ipul di hadapan para pendamping PKH dan penerima manfaat.
Sebagai wujud keseriusan, Presiden telah membentuk Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat. Lembaga baru ini akan bertugas memastikan keluarga penerima manfaat dapat bertransformasi menjadi keluarga yang produktif dan berdaya secara ekonomi. Para pendamping PKH bahkan diberi target untuk "menggraduasi" minimal 10 keluarga setiap tahunnya agar tidak lagi bergantung pada bansos.
Gus Ipul pun menyerukan agar seluruh kepala daerah, dinas sosial, dan aparat hingga tingkat kelurahan bekerja serentak untuk memverifikasi data di wilayah masing-masing.
"Kalau datanya sama, intervensinya juga akan tepat dan hasilnya nyata. Tapi kalau datanya berbeda, program kita pasti meleset dari sasaran," pungkasnya.