Gaza Butuh Rp116,3 Triliun untuk Pulihkan Layanan Kesehatan yang Hancur Total

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 14:31 WIB
Gaza Butuh Rp116,3 Triliun untuk Pulihkan Layanan Kesehatan yang Hancur Total
Seorang anak duduk termenung diantara puing-puing bangunan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara. WHO ungkap dana fantastis Rp116,3 triliun untukpulihkan kesehatan Gaza.
Baca 10 detik
  • WHO ungkap dana fantastis Rp116,3 triliun wajib ada demi pulihkan kesehatan Gaza.
  • Kondisi miris: Nol rumah sakit berfungsi normal, 15 ribu warga antre evakuasi medis.
  • Gencatan senjata Trump disepakati, namun krisis medis Gaza masih sangat mencekam.

Suara.com - Di tengah sorotan dunia terhadap kesepakatan gencatan senjata baru, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis fakta yang mencengangkan mengenai harga yang harus dibayar untuk memulihkan sektor vital di Palestina.

Kehancuran infrastruktur medis di Jalur Gaza telah mencapai titik di mana biaya pemulihannya menembus angka yang sangat fantastis.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengungkapkan bahwa "pembangunan kembali sistem layanan kesehatan di Jalur Gaza, Palestina, membutuhkan sedikitnya 7 miliar dolar AS (sekitar Rp116,3 triliun)".

Angka Rp116,3 triliun ini bukan sekadar statistik, melainkan gambaran nyata dari tingkat kerusakan absolut akibat konflik berkepanjangan.

Dana sebesar itu diperlukan karena saat ini infrastruktur kesehatan di wilayah kantong tersebut praktis lumpuh.

Tedros memaparkan kondisi lapangan yang sangat memprihatinkan, di mana "tidak ada satu pun rumah sakit di Gaza yang berfungsi secara normal dan hanya 14 rumah sakit yang masih beroperasi" dengan kapasitas yang sangat minim dan serba kekurangan.

Krisis ini semakin dalam dengan lenyapnya pasokan obat-obatan esensial, rusaknya peralatan medis, serta kurangnya tenaga kesehatan yang tersisa.

Dampak kemanusiaannya sangat fatal; WHO mencatat sekitar 15.000 warga Gaza kini dalam kondisi kritis menunggu evakuasi medis, termasuk di antaranya 4.000 anak-anak.

Tragisnya, birokrasi dan situasi keamanan yang buruk telah menyebabkan 700 orang meninggal dunia hanya karena menunggu antrean evakuasi yang tak kunjung tiba.

Baca Juga: WHO Apresiasi Kemajuan Indonesia dalam Pengembangan Obat Herbal Modern

Kebutuhan dana fantastis ini mencuat beriringan dengan momentum politik baru yang dibawa oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

Pada 13 Oktober, sebuah deklarasi gencatan senjata ditandatangani oleh Trump bersama para pemimpin Mesir, Qatar, dan Turki, menyusul kesepakatan awal antara Israel dan Hamas pada 9 Oktober untuk melaksanakan tahap pertama rencana perdamaian.

Rencana perdamaian 20 poin yang diusulkan Trump pada akhir September lalu tidak hanya menargetkan penghentian tembakan dan pertukaran sandera—di mana 20 sandera Israel ditukar dengan hampir 2.000 tahanan Palestina—tetapi juga mencakup restrukturisasi pemerintahan Gaza.

Dalam proposal tersebut, ditekankan agar "Hamas atau kelompok bersenjata Palestina lainnya tidak disertakan dalam pemerintahan baru" di Jalur Gaza.

Kendali wilayah nantinya akan diserahkan kepada komite teknokrat di bawah pengawasan badan internasional yang dipimpin Trump.

Badan inilah yang kemungkinan besar akan menghadapi tantangan raksasa dalam mengelola dana ratusan triliun rupiah untuk membangun kembali puing-puing fasilitas kesehatan di Gaza agar kembali layak digunakan oleh jutaan warganya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI