AS menyebut kapal-kapal yang diserang memiliki kaitan dengan kelompok kriminal Tren de Aragua asal Venezuela.
Namun, sejumlah pihak meragukan kebenaran klaim itu karena bukti yang disampaikan dinilai lemah.
Bahkan, beberapa korban diduga hanyalah nelayan biasa yang menjadi korban salah sasaran.
Sejak serangan pertama pada awal September 2025, telah terjadi sepuluh insiden bersenjata di perairan Karibia, termasuk penghancuran kapal di dekat pantai Venezuela.
3. Kehadiran Kapal Perang AS di Trinidad dan Tobago
Ketegangan semakin terasa ketika kapal perang USS Gravely, jenis perusak peluru kendali Aegis, tiba di Port of Spain, ibu kota Trinidad dan Tobago, untuk latihan gabungan dengan militer setempat.
Pemerintah Trinidad menyebut latihan itu sebagai kegiatan rutin, namun masyarakat setempat tak bisa menutupi kekhawatiran mereka.
Selain melakukan latihan, kapal ini merupakan bagian dari kampanye militer besar-besaran yang diluncurkan Washington sejak Agustus lalu, melibatkan delapan kapal perang, sepuluh jet tempur F-35, dan satu kapal selam nuklir.
![Jet tempur F-35C Lightning IIs saat lepas landas dari kapal induk Carl Vinson, (22/1/2022). [Seaman Larissa T. Dougherty/ U.S. Navy/Times.co.id]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/01/26/60929-jet-tempur-f-35.jpg)
4. Tuduhan CIA dan Dugaan Operasi Rahasia
Baca Juga: Rupiah Tumbang Dihantam Sentimen Global dan Lokal
Ketegangan semakin meningkat ketika Presiden Nicolas Maduro menuduh Amerika Serikat dan CIA bersekongkol dengan pemerintah Trinidad dan Tobago untuk memicu provokasi militer.
Pemerintah Caracas bahkan mengklaim telah menangkap sejumlah tentara bayaran yang disebut memiliki keterkaitan dengan CIA dan tengah merencanakan serangan palsu (false flag attack) guna membuka jalan menuju perang terbuka.
Pihak Washington membantah keras tuduhan tersebut. Namun, pernyataan Presiden Donald Trump yang secara terbuka mengakui telah memberi izin operasi rahasia terhadap Venezuela justru memperkuat dugaan adanya perang tersembunyi di balik layar.
Banyak pihak meyakini, operasi intelijen dan aksi sabotase kini menjadi bagian dari strategi tekanan AS untuk melemahkan pemerintahan Maduro.
5. Konflik Politik yang Jadi Pemicu
Di balik memanasnya situasi militer, tersimpan konflik politik yang jauh lebih dalam. Amerika Serikat menolak mengakui hasil pemilu Venezuela tahun 2024 yang dimenangkan oleh Nicolas Maduro, dengan alasan prosesnya tidak bebas dan tidak adil.