-
PDI Perjuangan dengan tegas menolak usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
-
Soeharto dinilai sebagai pelanggar HAM berat yang telah membunuh jutaan rakyat Indonesia.
-
Gelar pahlawan menciptakan kontradiksi sejarah bagi para reformis dan mengabaikan nasib korban HAM.
Suara.com - PDI Perjuangan menolak keras wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto. Sejumlah kader PDIP menilai Soeharto sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang tidak pantas menyandang gelar terhormat tersebut karena rekam jejaknya di masa Orde Baru.
Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, menjadi salah satu yang paling vokal menyuarakan penolakan. Menurutnya, sejarah kelam yang menyertai kepemimpinan Soeharto tidak bisa diabaikan.
"Secara pribadi, saya menolak keras. Apa hebatnya Soeharto sebagai pahlawan? Dia pelanggar HAM, membunuh jutaan rakyat. Belum ada pelurusan sejarah, jadi tidak ada pantasnya dijadikan pahlawan nasional," tegas Ribka di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Soroti Kontradiksi Sejarah
Penolakan serupa dengan argumentasi berbeda datang dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati. Ia menyoroti adanya kontradiksi historis dan logis yang akan muncul jika gelar tersebut diberikan.
"Perlu diverifikasi dulu, bagaimana nanti nasib para reformis ketika beliau diberi gelar pahlawan? Berarti mereka (para reformis) melawan pahlawan nasional? Ada kontradiksi yang tidak mungkin bisa selesai begitu saja," ujar Esti.
Ia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan nasib para korban pelanggaran HAM di era Orde Baru. Menurutnya, pemahaman sejarah akan menjadi kabur jika para korban harus menerima fakta bahwa sosok yang mereka lawan kini diakui sebagai pahlawan.
"Logikanya dari mana? Saya kira ini juga perlu diclearkan terlebih dahulu," pungkasnya.
Baca Juga: 'Logikanya dari Mana?' DPR Pertanyakan Nasib Aktivis '98 Jika Soeharto Jadi Pahlawan Nasional