-
Ketua MPR Ahmad Muzani menyatakan tidak ada halangan hukum untuk menganugerahi Soeharto Pahlawan Nasional.
-
Dukungan MPR didasari pertimbangan bahwa proses hukum Soeharto, baik pidana maupun perdata, telah selesai.
-
Pertimbangan utama lainnya adalah jasa besar Soeharto serta semangat rekonsiliasi dan persatuan bangsa.
Suara.com - Wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto, kembali mengemuka dan memicu diskursus publik.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani menegaskan bahwa dari perspektif hukum dan konstitusi, tidak terdapat halangan bagi pemerintah untuk memberikan penghargaan tertinggi tersebut.
Menurut Muzani, Presiden sebagai kepala negara memegang hak prerogatif untuk menganugerahkan tanda jasa kepada warga negara yang dinilai telah memberikan kontribusi luar biasa bagi bangsa, termasuk gelar Pahlawan Nasional.
Proses ini, jelasnya, berjalan melalui mekanisme formal yang melibatkan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang bertugas menyeleksi usulan dari berbagai elemen masyarakat.
"Jadi sebagai kepala negara, presiden berhak memberi gelar kepada setiap warga negara yang dianggap memiliki jasa, atau tanda jasa, atau kontribusi terhadap negara dan bangsa. Gelar itu bertingkat, tapi gelar yang tertinggi adalah pahlawan nasional," jelas Muzani di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (7/11/2025).
Muzani mengungkapkan bahwa MPR pada periode sebelumnya telah menyatakan sikap mendukung penganugerahan gelar ini.
Sikap tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa proses hukum yang menjerat Soeharto, baik dalam ranah pidana maupun perdata, dianggap telah selesai.
"MPR melihatnya bahwa dalam periode yang lalu, MPR telah menulis surat menyatakan bahwa mempersilakan kepada presiden dalam hal ini pemerintah untuk memberi penghargaan kepada mantan Presiden Soeharto, karena yang bersangkutan dianggap telah selesai menjalani proses hukum baik pidana ataupun perdata," katanya.
Selain aspek hukum, kontribusi dan jasa Soeharto selama memimpin dinilai sebagai faktor fundamental yang melandasi dukungan tersebut.
Baca Juga: Pahlawan Nasional Kontroversial: Marsinah dan Soeharto Disandingkan, Agenda Politik di Balik Layar?
"Kemudian yang bersangkutan dianggap telah memberi kontribusi dan jasa kepada bangsa yang begitu besar, sehingga tidak ada halangan bagi pemerintah untuk memberi penghargaan kepada mantan Presiden Soeharto," katanya.
Lebih jauh, Muzani menempatkan wacana ini dalam kerangka rekonsiliasi dan persatuan bangsa.
Ia menarik paralel dengan keputusan MPR yang mencabut Ketetapan MPR (TAP MPR) yang dinilai mencacati nama baik Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sebagai upaya untuk memulihkan kehormatan para pemimpin bangsa demi keutuhan nasional.